Apa yang Dimaksud dengan Agama?



Secara etiomologi istilah agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu a yang berarti ‘tidak’ dan gama artinya ‘kacau’. Artinya secara bahasa agama dapat diartikan sebagai ‘tidak kacau’. Maksudnya adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.

Dalam bahasa Inggris disebut ‘religion’ atau ‘religie’ dalam bahasa Belanda. Keduanya berasal dari bahasa Latin ‘religio’, dari akar kata ‘religare’ yang berarti mengikat. Berdasarkan arti ini, agama adalah keterikatan sekelompok manusia dengan Tuhan atau dewa.

Agama itu berpijak pada suatu kodrat kejiwaan, yaitu keyakinan. Kuat atau rapuh kelanjutan hidup suatu agama itu tergantung pada masalah tentang berapa dalam dan berapa jauh keyakinan keagamaan itu meresapi kejiwaan setiap penganutnya.

Menurut Hassan Shadily yang dikutip oleh Hilman Hadikusuma (1993:16) pada umumnya di Indonesia digunakan istilah ‘agama’ yang sama artinya dengan istilah asing ‘religie’ atau ‘godsdienst’ (Belanda) atau ‘religion’ (Inggris) . istilah agama berasal dari bahasa sansekerta yang pengertiannya menunjukkan adanya kepercayaan manusia berdasarkan wahyu dari Tuhan.

Berikut dikemukakan pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli antropologi terhadap agama. (Bustanuddin Agus, 2007:119)

Dari kajian tentang religi dan agama manusia, Edward Burnett Tylor (1832-1917) memandang asal mula agama adalah sebagai keperayaan kpada wujud spiritual. Agama digambarkan sebagai kepercayaan kepada adanya ruh gaib yang berfikir, bertindak dan merasakan sama dengan manusia.  Kepercayaan kepada yang gaib dalam agama punya asal-usul dari kepercayaan animism dan dinamisme masyarakat primitive.

Lucien Levy-Bruhl (1857-1945), seorang ahli sejarah dan filsaat Prancis membantah teori jiwa yang dikemukakan Tylor karena menurutnya tidak mungkin manusia primitive berpikir abstrak. Proses jiwa masyarakat primitive menurutnya berbeda sekali dengan proses jiwa modern yang didominasi oleh logika ilmu pengetahuan yang positif. Cara berpikir primitive tunduk pada kaidah partisipasi, mengandung unsur mistik, dan masih pralogis. Dengan demikian ia menempatkan agama dan magi di satu pihak, sains dan teknologi di pihak lain.

Agama katanya sangat cocok bagi masyarakat primitive yang masih berpikir pralogis dan sangat kabur bagi masyarakat maju yang sudah berpikir logis. Ini berarti bahwa agama adalah pandangan dan jalan hidup masyarakat primitive. Agama, sebagaimana hal nya magi, menurut Levy-Bruhl tidak logis dan tidak rasional, sehingga tidak akan pernah mampu mengantarkan kehidupan kepada kemajuan.

Kalangan ilmiah dan kalangan agamawi punya jawaban yang berbeda tentang dari manakah asal mula pertumbuhan keyakinan agama. Kalangan agamawi berpendirian bahwa agama itu berasal dari kodrat Maha Pencipta, yang memberikan bimbingannya kepada manu pertama, dan manu pertama itu mewariskannya kepada keturunannya.

Manu itu sebuah kata Sanskrit. Bahasa Arab menyebutnya dengan Man. Berbagai bahasa di Eropa pun menyebutnya dengan Man. Agama Brahma memanggilkan Manu pertama dengan  Shatarupa. Agama Yahudi, Kristen dan agama Islam menyebutkan Manu pertama dengan Adam.setiap agama mempunyai sebutan yang berbeda terhadap Manu pertamanya.

Kalangan ilmiah yang menyerahkan sebagian temponya bagi penelitian masalah keagamaan, terutama para sarjana kejiwaan pada umumnya berpijak pada teori Evolusi dari Charles Darwin (1809-1992) bahwa segalanya berasal dari bentuk sederhana dan secra berangsur mengalami perkembangan kepada bentuk yang lebih tinggi. Focus penelitiannya ditujukan pada kelompok-kelompok primitive (Joesoef Sou’yb, 1993: 16).

Terlepas dari pengertian para ahli di atas, dalam hal ini penulis mempunyai kesimpulan tersendiri mengenai agama. Bagi penulis,
Agama adalah sistem kepercayaan yang terdiri dari seperangkat nilai dan norma yang menjadi pedoman bagi manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan alam.
Agama mengajarkan bagaimana tata cara seorang manusia harus berhubungan dengan Tuhan melalui ritual peribadatan. Kemudian agama juga mengatur bagaimana seorang manusia harus berbuat baik terhadap sesama manusia lainnya dan melarang segala perbuatan keji. Lebih dari itu, agama juga mengatur bagaimana seorang manusia harus hidup bertanggungjawab terhadap alam dan melarang untuk berbuat kerusakan di muka bumi. 
LihatTutupKomentar

Iklan