Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange) – George C. Homans
Teori Pertukaran Sosial - George C. Homans
Teori pertukaran sosial yang
dibangun oleh Homans diambil dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip psikologi
perilaku (behavioral psichology).
Selain itu juga homans mengambil konsep-konsep dasar ilmu ekonomi
seperti biaya (cost), imbalan (rewad) dan keuntungan (profit).
Dasar ilmu ekonomi tersebut menyatakan bahwa manusia terus menerus terlibat
antara perilaku-perilaku alternatif, dengan pilihan yang mencerminkan cost
and rewad (atau profit) yang diharapkan yang berhubungan garis-garis
perilaku alternatif itu.
Homans mempunyai tujuan agar
gambaran mengenai perilaku manusia dalam pertukaran ekonomi di pasar diperluas,
sehingga juga mencakup pertukaran sosial. Tindakan sosial dilihat dari equivalen
dengan tindakan ekonomis dimana satu tindakan tersebut bersifat rasional dan
memeperhitungkan untung rugi. Kemudian aktor juga mempertimbangkan keuntungan
yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkannya dalam melakukan interkasi
sosial.
Teori Pertukaran sosial menyatakan bahwa
semakin tinggi ganjaran (rewad) yang diperoleh maka makin besar
kemungkinan tingkah laku akan diulang. Begitu pula sebaliknya semakin tinggi
biaya (cost) atau ancaman hukuman (punishment) yang akan
diperoleh, maka makin kecil kemungkinan tingkah laku serupa akan diulang.
Sealin itu juga terdapat hubungan berantai antara berbagai stimulus dan
perantara berbagai tanggapan.
1.
Proposisi Sukses. Semakin
sering tindakan khusus seseorang diberi hadiah, maka semakin besar orang melakukan
tindakan itu. Contohnya, ada seorang mahasiswa yang kurang paham terhadap
penjelasan dosennya saat kuliah berlangsung. Kemudian dia bertanya kepada teman
yang paling pintar di kelasnya. Karena penjelasan dari temannya tersebut lebih
mudah dipahami, maka dia memberikan pujian (apresiasi) terhadapnya dan suatu
saat jika ia kesulitan memahami suatu materi, maka ia akan bertanya lagi kepada
temannya tersebut. Begitu pula sebaliknya, apabila si pintar merasa puas
terhadap ‘apresiasi’ yang diberikan si penanya, maka ia akan bersedia untuk membantu
kembali temannya tersebut.
2.
Proposisi stimulus atau
pendorong. Bila dalam setiap kejadia di masa lalu dorongan
tertentu atau sekumpulan dorongan telah menyebabkan orang diberi hadiah, maka
makin serupa dorongan kini dengan dorongan di masa lalu, makin besar
kemungkinan orang melakukan tindakan serupa. Misalnya, saat seorang laki-laki
melancarkan sebuah rayuan gombal dan kata-kata humoris terhadap gadis yang
disukainya, dan kemudian tindakan tersebut menyebabkan si gadis lebih ‘perhatian’
terhadapnya, maka semakin besar bagi si laki-laki untuk mengulangi tindakannya.
3.
Proposisi nilai. Makin
tinggi nilai hasil tindakan seseorang bagi dirinya, makin besar kemungkinan ia
melakukan tindakan itu. Semakin berarti balasan yang akan seseorang
dapatkan saat melakukan suatu tindakan, maka semakin besar pula kemungkinan ia
melakukan tindakan tersebut.
4.
Proposisi deprivasi-kejemuan. Makin
sering seseorang menerima hadiah khusus di masa lalu yang dekat, maka makin
berkurang nilai baginya setiap unit hadiah berikutnya. Jika suatu
pertukaran dilakukan terlalu sering dan dilakukan dalam tempo waktu yang
pendek, maka akan muncul kejemuan. Misalnya, seorang suami yang terus-terusan
menggombali istrinya setiap saat, gombalan-gombalan tersebut mungkin semakin
lama justru akan dipandang kurang bernilai bagi si istri.
5.
Proposisi
persetujuan-regresi. Bila tindakan seseorang tidak
mendapat hadiah yang ia harapkan atau menerima hukuman atas yang ia harapkan,
ia akan marah. Besar kemungkinan. Besar kemungkinan ia akan melakukan
tindakan agresif dan akibatnya tindakan demikian makin bernilai baginya.
Misalnya, seorang wanita berdandan habis-habisan demi mendapatkan perhatian
lebih dari sang pacar. Namun saat kencan tiba, si cowok kurang peka, ia tidak
begitu memperdulikan penampilan si cewe dan tidak memberikan apresiasi sedikit
pun. Akibatnya suasana kencan pun berubah menjadi ‘horor’.