Islam Liberal : Latar Belakang, Gagasan, dan Tipologi
Gambar - sumber: www.portal-islam.id/2017/03/islam-liberal-penyakit-mental-dan-jiwa_6.html
1.
Pengertian
Istilah ‘liberal’ berasal dari bahasa Inggris
yang artinya “bebas”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indoesia (KBBI) istilah liberal
diartikan sebagai “berpandangan bebas”, yaitu berpikiran luas dan terbuka.
Dengan demikian, Islam liberal maksudnya adalah sebuah gerakan yang bertujuan
untuk membebaskan umat dari belenggu keterbelakangan.
Menurut Denny J.A. Islam liberal adalah
kelompok yang menginterpretasi Islam yang pararel dengan modernitas dan
demokrasi.[1] Di Indonesia, istilah ini mulai populer
sekitar tahun 1950-an yang diperkenalkan oleh Asaf ‘Ali Asghar Fyzee. Kemudian istilah ini dipopulerkan melalui
karya Greg Barton, Leonard binder, dan
Charles Kurzman. Kemudian wacana ini semakin tajam seiring dengan munculnya
Jaringan Islam Liberal yang dikomandani oleh Ulil Abshar Abdala.
Islam Liberal hampir sama dengan Islam
substantifistik yang lebih menekankan pengimplementasian nilai-nilai Islam ke
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa terjebak pada simbolisme atau
labelisasi Islam. Islam liberal bersifat substantif karena mementingkan tujuan
berupa terwujudnya cita-cita Islam yakni keadilan, kedamaian dan kesejahteraan
sosial masyarakat dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus melakukan formalisasi
syariat Islam. Islam liberal memperjuangkan sekularisasi, emansipasi wanita,
menyamakan Islam dengan agama lain (pluralisme teologi), memperjuangkan sistem
demokrasi barat dan isu-isu lain-lainya yang berkaitan dengan HAM.
2.
Latar Belakang Munculnya
Islam Liberal
Kemunculan gagasan-gagasan liberatif dalam
Islam dilatarbelakangi keresahan kalangan intelektual Islam liberal terhadap
stagnasi budaya dan ketertutupan struktur sosial yang melingkupi masyarakat
muslim pada umumnya, baik yang dibangun oleh despotism negara maupun otoritas
tafsir yang dimonopoli oleh kalangan ortodok dan revivalisme Islam.
Berikut beberapa faktor utama yang menjadikan
pemikiran islam liberal di Indonesia bekembang pesat [2] :
a) Konteks Global
Gelombang demokratisasi yang terjadi di banyak
Negara ternyata tidak saja terkait dengan masalah hubungan negara dengan rakyat,
tetapi juga terkait dengan bagaimana kehidupan keagamaan menjadi lebih
demokratis. Penghormatan terhadap kaum minoritas, penghargaan terhadap
perbedaan pendapat, bahkan pilihan politik berdasarkan agama menjadi perdebatan
yang sengit dihampir seluruh antero jagad ini, tidak terkecuali di Indonesia
yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Maraknya gerakan demokratisasi yang menuntut
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam bidang politik serta dalam
pengasuhan anak dan karier, termasuk soal melahirkan anak dan penyusuan anak
merupakan isu yang sangat penting pada pertumbuhan kesadaran gerakan gender dan
feminisme.
Gerakan feminisme ini pada akhirnya memberikan
banyak dorongan untuk umat islam internasional. Cendikiawan muslim seperti
Amina Wadud, Fatima mernisi, Rifat hasan, dan Asghar Ali yang bergerak dalam
ranah isu-isu perempuan menjadi sumber inspirasi kaum muslim untuk melakukan
perubahan secara besar-besaran. Bahkan gerakan peminisme tersebut memunculkan
apa yang belakangan disebut sebagai feminis muslim.
Gerakan demokratisasi di Amerika yang menuntut
kesamaan hal kaum kulit hitam atas kulit putih juga menjadi inspirasi pada
pekembangan pemikiran Islam liberal di Indonesia.gerakan kaum kulit hitam
afrika yang dipelopori oleh farid esack serta pembelaan atas kaum minoritas dan
terpinggirkan yang dilakukan Abdullahi Ahmed An-Naim di sudan secara tidak lansung juga memberikan dorongan pada
adanya kemauan untuk perubahan dalam tubuh umat Islam Indonesia.
Diskusi tentang demokrasi dan islam yang
terjadi di negara timur tengah dan afrika juga merupakan bukti-bukti tak
terbantahkan bahwa dalam dunia internasional telah terjadi perubahan besar
menuju sistem politik yang lebih egaliter, dan bahkan cenderung liberal.
Diskusi tetang islam yang dikaitkan dengan hak-hak kaum-kaum minoritas, Isu
liberalisme, dan keadilan sosial menjadi penting. Laporan john O. Voll,
Esposito, dan Bernard Lewis dalam tubuh umat islam timur tengah dan afrika
sangat jelas menujukan adanya perubahan tersebut dan hal ini juga berpengaruh
besar terhadap perkembangan pemikiran islam di tanah air.
b) Konteks Regional dan
Nasional
Seperti perubahan yang terjadi pada ranah
global, dinamika pada konteks regional dan nasional juga memiliki pengaruh yang
penting terkait dengan tumbuh dan berkembangnya pemikiran islam yang menjadi
kajian dalam studi ini. Pada tingkat regional ada beberapa isu penting yang
turut mempengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan pemikiran islam liberal,
seperti isu demokratisasi yang melanda Filipina, Taiwan, cina, korea, Pakistan,
india, dan Malaysia menjadi bagian tak terpisahkan dari gelombang perubahan
yang terjadi di asia.
Apa yang terjadi di beberapa Negara asia dan
asia tenggara secara tidak langsung juga memberikan pengaruh pada gerakan
perubahan, terutama isu demokratisasi yang telah lama berada dalam pasungan
otoritarianisme. Gerakan people powers yang terjadi di Filipina merupakan
contoh yang tidak terbantahkan. Selain itu gerakan mahasiswa di cina yang
menggemparkan seantero jagat juga menjadi bukti lain betapa gelombang demokratisasi
bisa muncul dari kalangan kaum muda dan masyarakat awam. Peristiwa-peristiwa
ini telah memberikan inspirasi kepada para intelektual Indonesia untuk
menciptakan perubahan di negeri ini.
c) Konteks Internal
Islam Indonesia
v
Respon Intelektual Islam
Harun Nasution, salah seorang intelektual muslim yang dikenal sangat
rasional berpandangan bahwa Islam adalah agama yang di butuhkan umat manusia
sepanjang zaman. Oleh karna itu ia harus berpikir rasional, dalam arti sebuah
agama yang mampu mengimbangi materialisme ilmu pengetahuan dan teknologi; agama
yang nilai-nilai moralnya bersifat absolut
untuk mengimbangi relativisme barat; agama yang ritual (ibadahnya)
berfungsi menghidupkan hati nurani manusia modern yang kering dari nilai-nilai
spritualitas keagamaan; dan agama yang ajaran humanismenya bersifat rasional
dan terhindar dari ketinggalan zaman.
Karena islam merupakan agama rasional, maka menurutnya
islam akan mampu memberikan alternatif terhadap krisis-krisis spritualitas
manusia modern, dan sekaligus mengapresiasi penemuan-penemuan besar manusia di
bidang sains dan teknologi. Tanpa semangat kearah itu semua, islam hanya akan
menjadi agama pinggiran.
Sementara itu , terkait dengan liberalisme islam,
nurcholish madjid berpandangan bahwa ia merupakan suatu usaha rasionalitas
untuk memperoleh daya guna dalam berpikir dan bekerja maksimal untuk
kebahagiaan umat manusia. Tujuan dari
sikap liberal itu bisa di capai dengan terus menerus mengusahakan segala perbaikan,
baik pribadi maupun masyarakat yang semuanya di lakukan dengan semangat the ultimate truth, yakni allah sendiri. Upaya rasionalisasi Islam
itu bukan lah westenisasi, sekularisme, ataupun materialisme. Meski demikian,
Islam mebenarkan rasionalitas dalam arti penggunaan akal pikiran manusia untuk
menemukan kebenaran-kebenaran dalam bimbingan kebenaran yang lebih tinggi dari
rasio yakni wahyu. Islam dan ilmu pengetahuan modern tidak ada pertentangan,
atau tidak di pertentangkan. kebenaran harus secara kontinyu di cari.
Pemikiran liberal yang di suarakan oleh Nurcholish Madjid
dan Harun Nasution ini tentu saja
berakar pada sejarah Islam klasik, terutama zaman keemasan islam. Teologi
Mu’tazilah yang di kembangkan oleh Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibn Rusyd
di anggap sebagai penyumbang tumbuh suburnya tradisi liberal dalam islam, atau
sekurang-kurangnya memberikan sumbangan bagi tumbuhnya proses rasionalisasi
dalam islam.
Lahirya gagasan islam liberal sebenarnya juga di
pengaruhi oleh beberapa faktor, yakni : keyakinan perlunya sebuah filsafat
dialetik; keyakinan adanya aspek historisme dalam kehidupan sosial keagamaan;
perlunya membuka kembali pintu ijtihad; penggunaan argumen-argumen rasional
untuk iman; perlunya pembaruahan pendidikan, dan pentingnya menaruh simpati
pada hak-hak perempuan dalam islam.
v Refleksi Krisis Kebebalan Teologis
Selain factor pertama di atas, pemikiran islam liberal
juga merupakan refleksi kritis atas “kebebalan” teologi islam dalam mejawab
masalah-masalah modern yang terus berkembang. Alasan lain dari kemunculan islam
liberal seperti di tuturkan oleh hamid basyaid, salah seorang tokoh dari
jaringan islam liberal adalh untuk mengimbangi munculnya semangat
fundamelatisme islam yang mengusung semangat pemberlakuan syariah islam, kurang
mengapresiasi hak-hak perempuan, dan wancana teologis yang tidak pluralis dan
toleran.
Rumusan dan paradigm teologi islam yang sudah ada selama
ini juga menjadi kegelisahan tersendiri bagi komunitas mudlim liberal, atas
kenyataan tersebut, mereka kemudian kembali melakukan interprestasi-interprestasi
ulang atas teks suci al-quran dan hadist dengan harapan agar interprestasi yang
dihasilkan dapat di pahami dan di aplikasikan leh umat islam di dunia modern.
Tentu saja teks suci al-Qur’an itu benar adanya dan di yakini oleh seluruh umat
islam, tetapi pemaknaan atas Al-Qur’an merupakan bagian dari usaha ijtihadiyah
manusia atas “kehendak Tuhan”. Disinilah relevansi pembacaan ulang atas teks
al-qur’an sesuai dengan perkembangan zaman.
v Kerisauan Atas Keagamaan Umat.
Maraknya persebaran wancana tentang globalisasi, demokrasi, pluralism, inklusivisme, toleransi dan kesetaraan gender telah mendorong banyak kalangan untuk melakukan perubahan dalam perubahan beragama dan bernegara dan beragama sehingga memungkinkan adanya pemahaman keagamaan (keislaman) yang lebih inklunsif terhadap perubahan, tanpa tercerabut dari akar keislamannya.
Akan tetapi di sisi lain, ada juga komunitas yang menolak keras hal-hal tersebut, mereka bahkan menuduh para intelektual atau pun komunitas yang mendukung wacana-wacana dari parat itu sebagai bagian dari koloni- koloni yang hendak mengaburkan pandangan islam itu sndiri. Mereka di tuduh sebagai “antek amerika” yang bekerja karena adanya dana yang melimpah. Tuduhan seperti ini sering di alamatkan kepada P3M yang dipimpin oleh Masdar F Mas’udi JIL yang dikoordinatori Ulil Abshar Abdalla, PSAS yang di koordinir Pramono U Thantowi, serta lembaga kajian islam dan sosial (LKiS) yang di pimpin M. Jadul Maula.
v Kerisauan Atas Keagamaan Umat.
Maraknya persebaran wancana tentang globalisasi, demokrasi, pluralism, inklusivisme, toleransi dan kesetaraan gender telah mendorong banyak kalangan untuk melakukan perubahan dalam perubahan beragama dan bernegara dan beragama sehingga memungkinkan adanya pemahaman keagamaan (keislaman) yang lebih inklunsif terhadap perubahan, tanpa tercerabut dari akar keislamannya.
Akan tetapi di sisi lain, ada juga komunitas yang menolak keras hal-hal tersebut, mereka bahkan menuduh para intelektual atau pun komunitas yang mendukung wacana-wacana dari parat itu sebagai bagian dari koloni- koloni yang hendak mengaburkan pandangan islam itu sndiri. Mereka di tuduh sebagai “antek amerika” yang bekerja karena adanya dana yang melimpah. Tuduhan seperti ini sering di alamatkan kepada P3M yang dipimpin oleh Masdar F Mas’udi JIL yang dikoordinatori Ulil Abshar Abdalla, PSAS yang di koordinir Pramono U Thantowi, serta lembaga kajian islam dan sosial (LKiS) yang di pimpin M. Jadul Maula.
v
Mobiltas Sosial dan
Pendidikan
Mobilitas sering diterjemahkan sebagai perpidahan ataupun
gerakan. Sementara mobilitas sosial diterjemahkan sebagai perpindahan orang
atau kelompok dari strata sosial yang satu ke strata sosial yang lain,terutama
dalam kaitannya dengan pekerjaan dan pergeseran masalah yang direspon.
Dengan memperhatikan devinisi dan beberapa bentk
mobilitas maka sesungguhnya yang menjadi penting untuk dijelaskan lebih lanjut
adalah adanya tindakan yang dilakukan oleh indifidu atau kelompok yang dalam
perspektif weber disebut sebagai bagian terpenting dalam masyarakat.
Tindakan-tindakan tersebut bermakna bagi masyarakat sebagai hubungan-hubungan
sosial bagi mereka yang mengambil peran didalamnya, oleh karena itu bagi siapa
saja yang hendak memahami tingkahlaku atau tindakan masyarakat kita harus masuk
kedalamnya.
Tindakan seperti itu seringkali dilakukan berbarengan
dengan terjadinya pertukaran intelektual atau mengikuti istilah Edward said
disebut migrasi intelektual (intellectual treveling) seperti migrasi
intelektual kalangan muhammadiyah dan NU yang terjadi demikian intensif akibat
pendidikan yang mereka peroleh yang menyebabkan batas-batas penguasaan tradisi,
keilmuan, dan gerakan semakin terjembatani. Tradisi migrasi intekektual ini
merupakan bagian dari cara kerja intelektual pasca kolonial,yang jarang
dilakukan oleh intelektual colonial. Bahkan migrasi intelektual ini kemudian
diikuti dengan pertukaran informasi di antara kelompok secara sinbiose
mutualisme. Pertukaran dan migrasi intelektual generasi baru intelektual islam
NU dan muhammadiyah terbukti dengan banyaknya forum-forum dan pertukaran
gagasan dalam sebuah forum diskusi dan kerjasama yang melibatkan dua ormas
terbesar di tanah air tanpa adanya kecurigaan.
3.
Gagasan
Inti dari pergerakan Islam liberal adalah
mengorientasikan umat ke masa depan, bukannya angan-angan yang datang dari masa
silam. Islam liberal sangat “mendewakan modernitas”, sehingga menurut mereka
Islam harus di sesuaikan dengan konteks zaman. Jika terjadi pertentangan antara
ajaran Islam dengan modernitas, maka yang harus dilakukan bukanlah menolak
modernitas melainkan menafsirkan kembali ajaran tersebut. Sehingga wajar jika
dikatakan bahwa Islam liberal merupakan interpretasi Islam yang pararel dengan
prinsip modernitas dan demokrasi.
Kurzman[3]
mengusulkan enam gagasan yang perlu mendapat perhatian kalangan intelektual
agar keinginan dan idealitas hukum serta HAM dapat terlaksana. Pertama,
melawan teokrasi dengan menolak ide penyatuan agama dan negara atau formalisasi
syari’at. Menurut kalangan Islam liberal, Islam tidak memberikan batasan khusus
tetang model pemerintahan. Islam justru
memberikan otoritas yang luas bagi pemikiran manusia untuk membangun konstruksi
bentuk pemerintahan yang dapat mewadahi bagi terselenggaranya nilai-nilai yang
bersifat universal seperti keadilan, kesetaraan, demokrasi dan prinsip-prinsip
HAM.
Kedua, mendukung gagasan dan ide demokrasi. Mereka
berpendapat bahwa Islam sepenuhnya mendukung terhadap ide demokrasi. Hal
tersebut termanifestasi dalam konsepsi syura atau musyawarah yang
memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif
dalam kebijakan kenegaraan. Ketiga, ide membela hak-hak kaum perempuan (right
of women) dengan cara membangun wacana alternatif yang memiliki fungsi
liberatif (membebaskan) di dalam penafsiran-penafsiran ajaran sehingga
memberikan pembelaan sepenuhnya terhadap hak-hak kaum perempuan. Keempat,
membela hak-hak non-muslim (minoritas) berdasarkan basis historis yang kuat
yaitu pada masa kepemimpinan Rasulullah di Madinah.
Kelima, freedom od thounght, yaitu ide membela
kekebasan berpikir. Gagasan tentang kebebasan berpikir merupakan ide yang
sangat fundamental bagi kalangan Islam Liberal. Menurut mereka, tanpa adanya
kebebasan berpikir maka umat Islam tidak akan mampu memerankan peran-perannya
untuk berhadapan dengan tantangan dunia modern. Keenam, progress,
yaitu ide membela gagasan kemajuan. Hal ini berkaitan dengan pandangan Islam
liberal yang berorientasi pada modernitas dan perubahan sosial sebagai proses
transformasi sikap yang bersikap positif dan potensial.
4.
Tipologi Pemikiran Liberal
Indonesia
1. Liberal – Progresif
Mengikuti pemetaan isu yang di buat oleh omit safi dalam
progressive moeslim (2003), maka tipologi liberal progresif di sini lebih
merujuk pada perhatian intelektual muslim terhadap kondisi cultural yang ada,
baik dalam bidang politik maupun keagamaan, mengenai keadilan sosial, keadilan
gender dan pluralism. Omit safi sndiri menyatakan kesulitanya ketika harus
menterjemaahkan istilah muslim progresif atau muslim liberal, sebab sebagian
besar intelektual yang di rujuk dalam tulisanya juga menolak di sebut sebagai
intelektual liberal karena di anggap berkonotasi negatif.
Namun demikian pemaknaan progresif disini sebenarnya
lebih di arahkan pada pemaknaan tentang adanya reformasi (perubahan) yang di
arahkan pada pemahaman atas islam. Dengan istilah yang lain, liberal progresif
lebih dekat dengan istilah yang di gunakan oleh hasan hanafi dalam kiri
islam-nya, yakni melakukan transformasi masyarakat.
2. Liberal – Radikal
Kaum intelektual muslim liberal radikal yang dimaksud di
sini adalah yang berpandangan bahwa ketidakadilan yang terjadi selama ini di
sebabkan Karena adanya struktur sosial yang timpang, baik yang di anut oleh
Negara maupun oleh indivdu. Bagi kalangan intelektual muslim liberal radikal,
ketimpangan sosial yang terjadi antara si kaya dan si miskin serta antara
perempuam dan laki-laki di sebabkan oleh struktur sosial yang tidak adil.
Oleh karena itu intelektual liberal radikal, dengan
meminjam istilah dari para feminis kemudian mempopulerkan idiom personal is
political. Meskipun idiom ini bukanlah satu-satunya prinsip yang di jadikan
pengangan oleh intelktual liberal radikal, tetapi ia telah turut membantu
memberikan proses penyadaran pada masyarakat agar mau berperan serta dalam
melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan.
3. Liberal Moderat
Komunitas muslim liberal-moderat merupakan fisik yang
mampu terus menggairahkan pemikiran islam liberal di Indonesia yang belakangan
semakin marak.faksi ini tidak menjadi islam sebagai ideologi politik maupun
mencita – citakan islam politik yang menurut islam harus terlibat dalam
pengambilan kebijakan Negara secara langsung.
Faksi liberal moderat islam Indonesia, yang merupakan
kelanjutan dari cita-cita islam neo-modernis nurcholish madjid, djohan effendi,
abdurahman wahid, dan ahmad wahib-yang oleh greg barton di sebut pula sebagai
perintis islam progresif atau neo modernism islam Indonesia, dengan gurunya
fazrul rahman dan kalangan pesantren , yang cenderung sufistik.
Jika di runut lebih jauh , adanya faksi liberal moderat
islam ini dekat dengan tradisi filsafat perennial (perennial philosophy) dalam
studi agama-agama. Perspektif perennial, dalam mendekati dan memahami agama,
cenderung melihat hal-hal yang lebih subtensial,yakni mencari hal-hal universal
melaluipendekatan apresiatif terhadap partikularitas bentuk-bentuk agama yang
diwahyukan tuhan dalam rentangan sejarah.
Dalam perspektif studi agama yang demikian sikap awal
yang harus dibangun, dan ditemuh adalah dengan mengingat bahwa semua agama
mangajarkan prinsif keadilan maka bersikap adil dan berbaik sangka dalam
memberikan penilaian terhadap agama-agama yang ada. Ketika sikap dan kerangka
konseptual yang dipakai dipandang tidak adil dan tidak tepat maka haruslah diajukan-sekurang
kurangnya untuk dipertimbangkan secara serius suatu pandangan lain yang dapat
diterima semuanya, yaitu suatu pendekan universal dan subtantif.
4. Liberal-tranpormatif
Islam liberal-transpormatif merupakan tipe pemikiran yang
agak lain disbanding karakteristik pemikiran liberal lainnya. Pemikiran ini
adalah mencoba mempertanyakan kembali paradigm mainstream yang ada dalam
idiologi yang tersembunyi didalamnya; sekaligus berusaha menemukan paradigma
alternatif yang diharapkan akan mampu mengubah sruktur dan superstruktur yang
menindas rakyat serta membuka kemungkinan bagi rakyat untuk mewujudkan potensi
kemanuaiaannya. Paradigra alternative ini coba mendorong kearah terciptanya
struktur dan superstruktur bagi rakyat untuk mengontrol produksi dan cara
produksi, serta ideology mereka sendiri.