Teori Kependudukan - Karl Marx
Marx dan Engels
tidak sependapat dengan Maltus yang menyatakan bahwa apabila tidak diadakan
pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan
pangan. Menurut Marx,[1] tekanan
penduduk yang terdapat di suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan
makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Kemelaratan bukan
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, melainkan karena
kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat pada negara-negara
kapitalis. Kaum kapitalis memotong sebagian dari pendapatan buruh sehingga
mereka mendapatkan gaji yang rendah.
Menurut Marx
dan Engels, bukan pertumbuhan penduduk yang menyebabkan kemelaratan, melainkan
karena sistem kapitalis. Revolusi industri yang terjadi saat itu berperanguh
besar bagi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Eropa, dimana tenaga mesin
mengambil alih pekerjaan-pekerjaan yang sebelunya dilakukan oleh manusia.
Dengan menggunakan mesin, proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien,
tidak membutuhkan banyak tenaga kerja serta dapat memproduksi barang dalam
jumlah besar. Hadirnya teknologi industri, ternyata tidak memberikan
kesejateraan bagi seluruh umat manusia, melainkan hanya sebagian kecil saja
yang dapat menikmatinya, yaitu para kapitalis. Oleh karena itu untuk mengatasi
hal tersebut, maka struktur masyarakat harus diubah menjadi sistem sosialis
dimana alat-alat produksi dimiliki bersama.
Menurut Marx,
apabila masyarakat dilihat secara keseluruhan akan ada dua kelas utama yang
saling berhadapan dalam tatanan ekonomi kapitalis yaitu borjuis dan proletar.
Borjuis adalah sekelompok pemilik sarana produksi dan pembeli tenaga kerja,
sedangkan proletar adalah sekelompok
orang yang tidak memiliki sarana produksi dan hidup dari menjual tenaga
kerjanya.[2]
Terdapat beberapa kritik yang dilontarkan kepada
teori Marx ini. Dalam teorinya ia menyatakan bahawa hukum kependudukan di
negara sosialis merupakan antitesa hukum kependudukan di negara kapitalis.
Menurut hukum ini apabila di negara kapitalis tingkat kelahiran dan tingkat
kematian sama-sama rendah, maka dinegara sosialis akan terjadi kebalikannya,
yaitu tingkat kelahiran dan kematian sama-sama tinggi. namun kenyataannya
tidaklah demikian, tingkat pertumbuhan
penduduk di negara Unisoviet hampir sama dengan negara-negara maju yang
sebagian besar merupakan negara kapitalis. RRC sebagai negara sosialis tidak
dapat mentolelir lagi pertumbuhan penduduk yang tidak dihambat sesuai dengan
ajaran Marxist, karena beberapa wilayah jumlah bahan makan sudah sangat
terbatas. Pada tahun 1953 pemerintah RRC mulai membatasi jumlah pertumbuhan
penduduknya dengan menggunakan alat-alat kontrasepsi dan membolehkan
pengguguran kandungan (abortion).[3]