Buku Sosiologi Gender Pdf
Secara
sederhana gender dapat diartikan sebagai sifat-sifat yang melekat pada diri
laki-laki dan perempuan yang dikonstruk secara sosial oleh masyarakat. Mansour
Fakih dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial
mendefinisikan gender suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial
maupun kultural.[1]
Berdasarkan pengertian terserbut maka dapat kita pahami bahwa sebenarnya gender
merupakan hasil dari proses konstruksi nilai-nilai kultural yang dilekatkan
pada tiap-tiap jenis kelamin dalam suatu masyarakat.
Menurut
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto[2] gender
merupakan kelompok atribut dan perilaku yang dibentuk secara kultural yang ada
pada laki-laki dan perempuan. Lebih lanjut lagi, gender adalah konsep hubungan
sosial yang membedakan (memilah atau memisahkan) fungsi dan peran antara
laki-laki dan perempuan yang dibedakan secara sosial menurut kedudukan, fungsi
dan peranan masing-masing dalalm berbagai kehidupan dan pembangunan.
Menurut
Heyzer,[3] gender merupakan bentukan setelah kelahiran
yang dikembangkan dan diinternalisasi oleh orang-orang dilingkungan mereka.
gender pada dasarya merupakan hasil pemikiran atau rekayasa manusia yang
dibentuk oleh masyarakat. Oleh karena itu gender bersifat dinamis (terus
mengalami perubahan) dan berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat yang
lainnya. Relativitas gender ini disebabkan karena adanya perbedaan adat
istiadat, budaya, agama, serta sistem nilai bangsa, masyarakat dan suku bangsa
tertentu. Gender merupakan produk sejarah dan interaksi warga dengan
komunitasnya.
Misalnya
dalam kebanyakan masyarakat biasanya laki-laki dikenal sebagai seseorang yang
kuat, rasional, jantan, perkasa dan keras. Sementara perempuan biasanya dikenal
sebagai seseorang yang lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sifat-sifat tersebut sebenarnya
merupakan hasil dari proses konstruksi citra ideal dalam masyarakat. Ketika
seorang bayi laki-laki lahir, maka biasanya orang tuanya akan mengenalkan dan
mengajarkan bagaimana cara berprilaku dan bersikap sebagai seorang laki-laki.
Si anak laki-laki tersebut akan dikenalkan pada hal-hal apa saja yang pantas
untuknya dan tidak pantas untuknya. Misalnya, mainan yang harus dimainkan oleh
anak laki-laki adalah mainan yang melambangkan maskulinitas seperti
mobil-mobilan. Warna yang harus disukai harus seorang anak laki-laki adalah
warna yang gelap seperti biru, merah atau hitam. Begitu pula sebaliknya, ketika
seorang anak perempuan lahir orang tuanya akan mengajarkan bagaimana caranya bersikap
dan berprilaku sebagaimana kebanyakan perempuan berprilaku dalam masyarakat
tersebut. Ia harus bersikap lemah lembut, penyayang dan anggun. Mainan yang
harus dimainkan adalah boneka, warna yang harus disukai adalah warna-warna
cerah seperti pink, kuning dan lain-lain. Proses pembentukan karakter inilah
yang nantinya akan menjadi identitas diri dari individu yang bersangkutan.
Gender
tercipta sebagai hasil dari proses konstruksi citra ideal masyarakat pada
masing-masing jenis kelamin. Misalnya dalam masyarakat patriarki, citra ideal
seorang laki-laki adalah sebagai seoranga yang maskulin, berperan sebagai
kepala rumah tangga serta bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan ekonomis rumah
tangga. Sementara citra ideal perempuan adalah sebagai seorang ibu rumah tangga
yang bersifat lemah lembut dan bertanggung jawab atas segala pekerjaan di
wilayah domestik. Pengkonstruksian citra ideal ini pada tahap selanjutnya akan
berpengaruh pada sikap dan pola tingkah laku individu yang bersangkutan.
Pada
dasarnya tingkah laku individu merupakan hasil dari proses pendefinisian
lingkungan sekitarnya. Individu menafsirkan atau menginterpretasikan lingkungan
dan kemudian mengambil tindakan yang dianggapnya lebih tepat dalam menanggapi
situasi tersebut. Cara seseorang dalam mendefinisikan dan merespon segala
sesuatu sebenarnya dipengaruhi dan dibentuk oleh lingkungan itu sendiri.
Individu pada dasarnya tidak pernah lepas dari pengalamannya di masa lampau. Ia
mempelajari bagaimana cara mendefinisikan situasi yang dihadapinya dan cara apa
yang paling tepat untuk merespon situasi tersebut. Dalam sosiologi, proses
belajar nilai-nilai dan norma-norma ini disebut dengan sosialisasi.
Terdapat
tiga mekanisme umum yang terjadi dalam proses belajar atau bersosialisasi
seorang individu dalam masyarakat, yaitu: asosiasi, reiforcement dan
imitasi.[4] Asosiasi
adalah mekanisme belajar dengan mengidentikan satu hal dengan hal yang lainnya.
Misalnya perempuan selalu identik dengan sifatnya yang lemah lembut, sehingga
wajar jika ia menangis saat ditimpa suatu masalah. Sementara laki-laki
diidentikan dengan sifatnya yang keras dan kuat, oleh karena itu jika laki-laki
menangis maka itu bukanlah suatu hal yang wajar.
Dalam
mekanisme belajar reinforcement, orang belajar menampilkan perilaku
tertentu karena perilaku itu disertai dengan sesuatu yang menyenangkan dan
dapat memuaskan kebutuhan (atau mereka belajar menghindari perilaku yang disertai
akibat-akibat yang tidak menyenangkan).[5] Misalnya
seorang laki-laki berusaha memperlihatkan perilaku maskulin, karena dengan
begitu ia akan diterima secara sosial oleh lingkungannya dan dapat menarik
perhatian dari lawan jenis kelaminnya.
Sementara itu, dalam
mekanisme belajar imitasi, orang mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan
meniru sikap dan perilaku yang menjadi model. Misalnya anak laki-laki cenderung
akan meniru sikap dan perilaku ayahnya. Sementara anak perempuan cenderung akan
meniru sikap dan perilaku ibunya. Dari ketiga mekanisme belajar tersebut,
mekanisme inilah yang paling dominan dalam masyarakat.
Bagi yang Ingin mendownload bukunya silahkan klik tautan di bawah:
2. Google Drive
[1]
Mansour Fakih, Analisis Gendere dan Transfomasi Sosial, (Jakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), h. 8
[2] J.
Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi : Teks Pengantar dan Terapan,
(Jakarta: Kencana, 2011) h. 334
[3] Ibid.,
h. 335
[4]
David O. Sears dkk., Psikologi Sosial, Terjemahan Michael Adryanto &
Savitri Soekrisno, (Jakarta: Erlangga, 2013), h.13
[5] Ibid.,