Antara Sejarah dan Kisah Drama Orang-Orang Besar
Mengutip dari perkataan
Thomas Carlyle, “History of the world is the biography of the great
man” (Sejarah dunia adalah biografi orang-orang besar). Perkataan tersebut
memang terdengar bernada reduksionis yang mengkerdilkan makna sejarah sebagai
kisah drama kehidupan orang-orang besar. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa
sebagian besar kisah sejarah yang kita kenal sampai saat ini adalah kisah-kisah
kehidupan orang-orang besar di masa lalu yang memainkan pentas drama kepemimpinan
dan pengaruhnya dalam sejarah. Barangkali “tidak terlalu salah” jika kita
katakan sejarah sebagai kisah panggung politik di masa lalu.
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah “mengapa sebagian orang menjadi besar dan tampil sebagai pemain utama dalam sejarah?” Menurut mazham determinisme genetis, seseorang bisa menjadi besar dalam sejarah disebabkan oleh adanya bakat yang ia miliki untuk menjadi orang besar. Bakat ini kemudian tumbuh dan dipicu oleh lingkungan serta menemukan momentum historisnya. Setiap orang datang membawa bakat yang berbeda, lingkungan yang berbeda, dan juga bertemu dengan momen historis yang berbeda pula. Itulah yang menyebabkan seseorang bisa tampil sebagai orang besar dalam sejarah.
Sementara itu
menurut mazhab determinisme sosial, betapapun
besarnya seorang manusia, ia akan dibatasi oleh konteks sejarah, situasi
sosial dan situasi konkret di sekitarnya. Menurut mazhab ini, individu tidak
berdaya menghadapi hukum baja sejarah. Dengan demikian, menurut mazhab
determinisme sosial yang menyebabkan seseorang bisa menjadi orang besar adalah
realitas sosial masyarakat yang dihadapinya.
Menurut Jalaludin
Rakhmat (2000) dalam Rekayasa Sosial: Reformasi, Revolusi atau
Manusia Besar? untuk menajdi orang besar, maka setidaknya ada 3 syarat yang
harus dipenuhi, yaitu: Pertama, situasi ekonomi, sosial dan politik yang
menyebabkan seseorang harus mengambil keputusan yang ‘heroik’ dan mengambil
alternatif yang tepat untuk kemajuan di masa yang akan datang. Kondisi ini akan
terjadi ketika masyarakat mengalami destabilisasi, disorganisasi atau
pra-revolusi; Kedua, orang tersebut harus berada pada posisi yang strategis
untuk mengambil keputusan penting secara otoritatif. Keputusan tersebut mempunyai
efek sosial yang luas dan diikuti oleh banyak orang; Ketiga, perubahan
sejarah yang sebenarnya hanya terjadi bila sejumlah besar orang terlibat
didalamnya. Menurutnya, manusia besar muncul karena adanya peristiwa besar yang
tidak diharapkan untuk terjadi, atau tidak sesuai dengan ajaran yang dianut
secara umum pada waktu itu dimana ia mampu memahami realitas dengan kekuatan
intelektualnya dan mengambil tindakan tindakan yang tepat.
Menurut Richard Nixon
(Presiden Amerika Serikat ke-37), bahwa yang tergolong kedalam orang-orang
besar adalah mereka yang memiliki pribadi sebagai orang besar, negara besar,
dan pemikiran besar. Menurut Nixon, orang besar mempunyai karakteristik pribadi
yang sangat cerdas, disiplin, pekerja keras, mempunyai rasa percaya diri yang
tinggi, didera oleh sebuah impian sekaligus mendera orang lain. Orang-orang
besar selalu mempunyai pandangan yang jauh melewati zamannya.
Sementara itu, menurut
Suherman (Mereka Besar Karena Membaca: 2012) dari hasil studinya
terhadap biografi dan otobiografi orang-orang besar menyimpulkan bahwa semua
orang–orang besar adalah para pembaca yang hebat, yang sering dijuluki sebagai
kutu buku. Misalnya seperti Karl Marx yang dijuluki sebagai bibliomania
yaitu orang yang tergila-gila membaca buku. “Ini berbanding terbalik dengan
sebagian dari masyarakat kita yang akan gila bila disuruh membaca buku”,
tambahnya.
Berdasarkan paparan
di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa sejarah ini selalu diisi oleh kisah-kisah
heriok dan dramatik orang-orang besar. Mereka yang menjadi besar adalah mereka
yang mempunya kekuatan intelektual yang tinggi, kepribadian yang kuat, memahami
realitas sosial yang masyarakatnya, dan memberikan solusi-solusi yang tepat terhadap
permasalah besar yang dihadapi oleh orang banyak.