Karakterisitik Sosial Masyarakat Desa
Pada
hakikatnya, perbedaan pola perilaku antara masyarakat kota dan desa sebenarnya
bersifat gradual.[1] Artinya
agak sulit sekali membedakan batasan antara pola perilaku pada masyarakat desa
dengan masyarakat kota saat ini, terkait dengan adanya hubungan interaksi
masyarakat di antara keduanya. Hubungan tersebut menimbulkan adanya difusi
kebudayaan baru dari kota ke pedesaan. Namun, meskipun begitu ada beberapa pola
perilaku masyarakat yang lebih dominan terjadi di masyarakat desa. Hal tersebut
bisa dijadikan sebagai tolak ukur untuk membedakan antara pola terilaku
masyarakat desa dengan masyarakat kota.
Pada umumnya,
masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam di
antara sesama anggotanya. Sistem kehidupan kelompok yang berlaku didasarkan
atas sistem kekeluargaan. Sehingga solidaritas sosial di antara mereka sangat
tinggi. Selain itu, jumlah anggota masyarakat yang relatif sedikit pun menjadi
salah satu faktor yang menyebabkan mereka lebih mengenal satu sama lain dan
mempunyai hubungan sosial yang erat. Maka tak ayal, jika budaya gotong royong
di desa masih sangat kuat di pegang oleh masyarakatnya.
Komposisi
masyarakat pedesaan biasanya lebih bersifat homogen dimana dalam suatu desa
terdiri dari penganut agama yang sama, bermata pencaharian sama, dan dari etnis
yang sama pula. Di Indonesia sendiri umumnya agama yang banyak dianut penduduk
desa adalah agama Islam. Mata pencaharian kebanyakan penduduk desa berada di
sektor pertanian, sementara masyarakat yang berada disekitar wilayah pantai
biasanya bermata pencahaian sebagai nelayan. Selain homogen dalam segi agama
dan mata pencaharian, masyarakat desa juga relatif homogen dari segi etnisnya,
sehingga kebudayaannya pun sama karena mereka semua masih satu keturunan.
Pada masyarakat
desa, pembagian kerja tidak didasarkan atas spesialisasi keahlian melainkan
didasarkan atas usia dan jenis kelamin. Pembagian kerja atas usia dilakukan
karena adanya kemampuan fisik yang berbeda antara anak-anak, remaja, orang
dewasa dan orang tua. Sementara pembagian kerja yang didasarkan atas jenis
kelamin biasanya dikarenakan oleh adanya konstruk sosial masyarakat desa yang
membedakan antara kemampuan laki-laki dan perempuan. Pada masyakat desa yang
menganut sistem patrilinear laki-laki identik dengan keperkasaan sementara
perempuan identik dengan kelemah lembutannya. Sehingga terjadilah perbedaan
pembagian kerja atas dasar jenis kelamin.
Ditinjau dari
aspek politiknya, hubungan antara penguasa dan rakyat berlangsung secara tidak
resmi atau bersifat informal. Segala sesuatu permasalahan biasanya
disentralisasikan pada kepala desa atau
ketua suku. Seorang penguasa mempunyai banyak kedudukan dan peranan yang sama
sekali tidak dapat dipisahkan. Biasanya peranan penting di pedesaan dipegang
oleh golongan tua.
Agama dan
tradisi biasanya masih dipegang erat oleh masyarakat desa. Mereka masih menjaga
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku, sehingga belum ada institusi yang
secara khusus menangani kasus-kasus pelanggaran norma. Pengendalian sosial
hanya dilakukan oleh agen kontrol sosial alami yaitu keluarga, ketua suku dan
masyarakat setempat.