Nepotisme dan Kekuatan Ekonomi Wiraswasta Etnis China di Hongkong


Sumber Gambar : https://www.hipwee.com/sukses/rahasia-kenapa-orang-tionghoa-bisa-lebih-kaya-dibanding-kamu/


Etos kerja yang mengedepankan ideologi dan praktek manajemen paternalistik pada awalnya dinilai oleh para teoritisi mordernisasi klasik sebagai penghambat pembangunan. Nilai-nilai tradisional yang yang kental dengan nuansa hubungan kekeluargaan dianggap berdampak buruk bagi perekonomian karena menimbulkan budaya nepotisme, disiplin kerja yang rendah, menghalangi proses seleksi tenaga kerja di pasar bebas, mengurangi insentif individual untuk investasi, menghalangi proses tumbuhnya pemikiran yang rasional dan merintangi tumbuhnya norma-norma bisnis universal.

Namun, Wong (1988) dalam penelelitiannya yang mengkaji nilai-nilai tradisional wiraswasta etnis China di Hongkong berhasil membantah anggapan tersebut. Wong menguji dengan cermat tentang pengaruh pranata keluarga terhadap berbagai organisasi badan usaha milik entis China di Hongkong. Faktor-faktor yang ia amati meliputi ideologi dan praktek manajemen paternalistik, tenaga kerja keluarga, dam pemilikan keluarga. Menurutnya familisme ini justru berdampak positif bagi pembangunan ekonomi.

Etos kerja yang mengedepankan ideologi dan praktek manajemen paternalistik pada awalnya dinilai oleh para teoritisi mordernisasi klasik sebagai penghambat pembangunan. Nilai-nilai tradisional yang yang kental dengan nuansa hubungan kekeluargaan dianggap berdampak buruk bagi perekonomian karena menimbulkan budaya nepotisme, disiplin kerja yang rendah, menghalangi proses seleksi tenaga kerja di pasar bebas, mengurangi insentif individual untuk investasi, menghalangi proses tumbuhnya pemikiran yang rasional dan merintangi tumbuhnya norma-norma bisnis universal.

Penelitian Wong tersebut telah menunjukkan sisi positif dari nepotisme yang menyebabkan berbagai badan usaha di Hongkong berhasil mempertahankan eksistensinya. Hal ini terjadi karena di saat perusahaan mengalami masa krisis, para pekerja cakap yang terdiri dari sanak keluarga bisa dibayar murah atau ditunda bayarannya. Maka pada saat krisis perusaahaan tersebut telah berlalu dan mengalami perkembangan yang lebih baik, perusahaan akan membayar hutang tersebut dan mensejahterakan mereka. Jika ada anggota keluarga menduduki posisi manejerial, usahawan etnis Cina tersebut  akan memberikan dan mencukupi segala kebutuhannya, dan melengkapinya dengan pendidikan formal sekaligus kesempatan untuk magang. Oleh karena itu, menurut Wong, tenaga  manajer keluarga sangat jarang memiliki standar mutu yang rendah.

Menurut Wong, pranata keluarga telah cukup memberikan alasan untuk legalitas hubungan antara patron (tuan/pemilik) dengan Klien (pekerja). Secara ekonomis, hubungan paternalisme yang penuh dengan kebajikan  itu telah membantu para usahawan untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang ada di dalam industri yang sangat fluktuatif. Secara politis, jika para pekerja merasa tidak puas terhadap kebijakan pengusaha, maka tidak aka nada perlawanan secara kelompok, seperti melalui demo. Tetapi lebih diekspresikan secara pribadi. Misalnya, dengan cara mangkir dari tempat kerja atau mengundurkan diri.

Dari aspek investasi, wong menemukan bahwa permodalan perusahaan kecil dimiliki oleh individual atau keluarga mereka dalam kisaran 60%. Model pemilikan keluarga ini sangat membantu keberhasilan usaha etnis Cina di Hongkong. Di samping itu, tingginya tingkat kepercayaan terhadap antar anggota keluarga, kemudahan mencapai konsensus, kemampuan menutupi rahasia dan pengambilan keputusan yang sangat cepat membuat perusahaan keluarga memiliki daya saing yang kuat.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Wong menyimpulkan tiga karakteristik pokok dari etos kerja usaha keluarga, yaitu:

Pertama, konsentrasi yang sangat tinggi dalam proses pengambilan keputusan yang disertai dengan rendahnya derajat usaha untuk memformalkan organisasi struktur.

Kedua, otonomi dihargai sangat tinggi dan lebih menyukai bekerja secara mandiri dalam bentuk hubungan kerja yang paternalistik, pengawasan yang ketat dengan delegasi wewenang yang sekecil mungkin.


Ketiga, usaha keluarga jarang berjangka panjang, dan selalu secara ajeg berada pada posisi tidak stabil.


Download artikel ini
LihatTutupKomentar

Iklan