Masyarakat Industri dan Industrialisasi



Secara etimologi, kata masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu “syaraka” yang  berarti ikut serta atau berpartisipasi, atau “musyaraka” yang berarti saling bergaul. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
Menurut Selo Soemardjan[1] masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan suatu kebudayaan. Ralph Linton[2] mendefinisikan masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Sementara itu, menurut M.J. Herskovits masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.[3]
Dari beberapa definisi-definisi masyarakat yang ada, menurut Soerjono Soekanto[4] terdapat empat substansi yang menjadi karakteristik masyarakat, yaitu : (1) masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama; (2) bercampur untuk waktu yang cukup lama; (3) mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan; serta (4) memiliki sistem hidup bersama.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dalam suatu wilayah dan saling berinteraksi satu sama lain untuk waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan suatu sistem hidup bersama.
Dalam pengertian yang luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan di bidang ekonomi yang bersifat produktif. Sementara, dalam pengertian secara sempit industri adalah kegiatan mengubah barang dasar baik secara mekanis, kimia, ataupun dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.[5]
Sementara itu kata Industri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan. Menurut Dumairy, istilah industri merujuk pada dua pengertian, yaitu: (1) himpunan perusahaan-perusahaan sejenis, misalnya seperti industri tekstil; (2) sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat masinal, elektrikal, atau bahkan manual.[6]
Kuntowijoyo[7] memandang industri sebagai salah satu variabel pendorong perubahan sosial yang dominan dalam abad-abad terakhir sehingga kehadiran industri akan memunculkan apa yang disebut sebagai “masyarakat industri” yang berbeda sekali dengan apa yang disebut sebagai masyarakat agraris. Transformasi sosial menuju masyarakat industri menurutnya merupakan sunnatullah yang tak terelakan. Perubahan ini bersifat multilineal dimana tidak setiap masyarakat akan mengalami proses yang sama, kecepatan yang sama, atau akibat yang sama.
Industri memberi input kepada masyarakat sehingga membentuk sikap dan tingkah laku yang tercermin dalam bekerja.[8] Masyarakat pada umumnya harus menerima posisi mereka baik dalam struktur industri maupun dalam struktur sosial yang lebih luas lagi. Tingkat produksi tergantung pada tingkat konsumsi Masyarakat. Munculnya industri industri baru dalam suatu wilayah akan memberikan pengaruh terhadap jumlah teanaga kerja.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat industri adalah sekelompok orang yang hidup bersama di wilayah tertentu untuk waktu yang cukup lama dengan sistem ekonomi yang bertumpu pada aktivitas produksi barang atau komoditi.
Industrialisasi adalah sebuah proses transfomasi sosial masyarakat pada sektor ekonomi dari sektor agraris (mengandalkan sektor primer) ke sektor industri (mengandalkan sektor sekunder). Dalam pengertian yang lain, industrialisasi merupakan sebuah upaya untuk menggalakan industri dalam suatu negara. Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, industrialisasi merupakan tumpuan pembangunan ekonomi. Industrialisasi dianggap sebagai suatu jalan menuju kemakmuran.
Industrialisasi juga sering dipahami sebagai proses perubahan struktur ekonomi yang didalamnya terdapat kenaikan kontribusi sektor industri dalam permintaan konsume, PDB, ekspor, dan kesempatan kerja. Dalam hal ini, industrialisasi bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah seluruh sektor ekonomi dengan sektor industri pengolahan sebagai leading sector.
Industrialisasi merupakan suatu bentuk proses pertumbuhan ekonomi dalam wujud akselerasi investasi dan tabungan. Jika tingkat tabungan cukup tinggi, maka kemampuan sebuah negara untuk mengadakan investasi juga meningkat sehingga target pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja lebih mudah. Begitu pula sebaliknya, jika tingkat tabungan yang dihimpun tidak memadai untuk mengejar target investasi yang dibutuhkan, sudah tentu pertumbuhan ekonomi tidak tercapai, sekaligus meniadakan penyerapan tenaga kerja.
Menurut Joan Robinson, Cohen dan Zysman proses transfomasi ekonomi tidak boleh hanya dipahami sebatas pada konteks pergeseran struktural dari sektor pertanian, manufaktur dan jasa. Melainkan sebagai proses dinamika yang terjadi dalam sektor pertanian beserta sektor-sektor pendukungnya. Menurut mereka sektor pertanian merupakan fondasi pembangunan, sementara sektor industri merupakan motor dari pembangunan. Kedua sektor tersebut saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain.





[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 22
[2] Ibid.,
[3] Adon Nasrullah Jamaludin, Sosiologi Perkotaan: Memahami Masyarakat Kota dan Problematikanya, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm. 14
[4] Soekanto, Loc.Cit.,
[5] Jamaludin, Op.Cit., h. 219
[6] Dumairy, Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 227
[7] Jamaludin, Op.Cit., h. 216
[8] S.R. Parker dkk, Sosiologi Industri, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 92
LihatTutupKomentar

Iklan