Pembangunan Kebutuhan Dasar Manusia
Pada tahun 1970-an, model pembangunan top-down
mendapat banyak kritikan dari para ahli, karena ketidakmampuannya dalam
memeratakan pembangunan. Konsep pembangunan top-down hanya melihat
masyarakat sebagai objek pembangunan saja. Sehingga hal tersebut mengakibatkan
pasifnya peran masyarakat dalam pembangunan.
Kondisi tersebut mendorong para ahli untuk
memikirkan ulang konsep pembangunan yang mampu memenuhi standar kehidupan di
seluruh belahan dunia. Hasilnya, ILO dan World Bank dibawah kepemimpinan Robert
McNamara memperkenalkan konsep pembangunan kebutuhan dasar (basic needs
develoment).
A.
Pengertian Pembangunan Kebutuhan Dasar Manusia
1. Pembangunan
Pembangunan merupakan sebuah upaya
transformasi sosial menuju keadaan yang lebih baik dan lebih maju dari keadaan
sebelumnya. Pembangunan juga dapat diartikan sebagai gagasan untuk mewujudkan
sesuatu yang dicita-citakan. Gagasan tersebut lahir dalam bentuk usaha untuk
mengarahkan dan melaksanakan pembinaan, pengembangan, serta pembangunan bangsa.[1]
Secara terminologis, pembangunan identik
dengan istilah development, modernization, westernization,
empowering, industrialization, economic growth, europanization
dan political change. Pembangunan merupakan serangkaian upaya untuk
memajukan kondisi masyarakat sebuah kawasan atau negara dengan konsep
pembangunan tertentu.
2. Kebutuhan Dasar
Manusia
Kebutuhan dasar manusia merupakan segala
sesuatu yang berkaitan dengan hidup manusia, yang apabila tidak dipenuhi akan
mengganggu kelangsungan hidupnya. Menurut Abraham Maslow [2]
kebutuhan yang diinginkan oleh manusia itu berjenjang, yang mana apabila
kebutuhan yang lebih mendasar telah terpenuhi, maka prioritas kebutuhannya akan
naik ke tingkat yang selanjutnya. Hierarki kebutuhan manusia tersebut meliputi:
physiological needs, safety and security needs, love and belongingness
needs, self estem needs, dan self actualization needs.
Physiological needs adalah kebutuhan fisiologis berupa makan
(karbohirat, lemak, protein, dll), minum, istirahat dan kebutuhan seks.
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling mendasar dan paling utama
untuk dipenuhi. Jika kebutuhan ini belum terpenuhi, maka kebutuhan yang lain
akan sama sekali tidak akan terpenuhi. Orang sama sekali tidak akan terdorong
untuk menulis sajak, belajar sejarah, atau bermain musik jika kebutuhan akan
rasa laparnya tidak terpenuhi. Suatu masyarakat tidak akan pernah maju dan
terspesialisasi pekerjaannya apabila perhatian utamanya masih tertuju pada cara
untuk menghasilkan makanan.
Safety and security needs adalah kebutuhan akan keamanan dan keselamatan
berupa perlindungan, kemantapan, kesehatan, bebas dari rasa takut, cemas dan
kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas; kekuatan
pada diri pelindung, dan sebagainya. Setelah kebutuhan fisiogis dapat
terpenuhi, maka kebutuhan yang menjadi prioritas selanjutnya adalah kebutuhan
akan rasa aman dan rasanya nyaman. Proses belajar-mengajar mungkin tidak akan
pernah efektif apabila berada ditengah-tengah kondisi yang tidak aman dan
mengancam keselamatan.
Love and belongingness needs adalah kebutuhan akan kasih sayang dari
keluarga, sejawat, pasangan dan anak. Apabila kebutuhan fisiologis dan keselamatan
cukup terpenuhi maka akan muncul kebutuhan akan rasa cinta, kasih sayang dan
rasa memiliki. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk menjadi bagian dari
kelompok dalam masyarakat. Menurut Maslow, kegagalan dalam memenuhi kebutuhan akan rasa cinta dan
memiliki hampir menjadi sumber dari semua bentuk psikopatologi (penyakit
kejiwaan).
Self estem needs atau kebutuhan akan harga diri merupakan
keinginan untuk mendapatkan penilaian mantap, penghormatan dan penghargaan dari
orang lain. keinginan ini terbagi kedalam dua bentuk, yaitu: pertama, keinginan
akan kekuasaan, prestasi, kecukupan, keunggulan dan kemampuan, kepercayaan pada
diri sendiri dalam menghadapi dunia serta kemerdekaan dan kebebasan. Kedua,
keinginan untuk memperoleh nama baik atau gengsi, prestise (penghormatan
dan penghargaan dari orang lain), status, ketenaran dan kemuliaan, dominasi,
pengakuan, perhatian, martabat dan apresiasi. Pemenuhan kebutuan akan harga
diri akan membawa perasaan pada percaya diri sendiri, nilai, kekuatan,
kapabilitas serta perasaan dibutuhkan dan bermanfaat bagi dunia.
Self actualization needs adalah kebutuhan untuk berkembang
mengaktualisasikan diri. Self actualization merupakan kebutuhan orang
untuk menjadi yang seharusnya
sesuai dengan potensinya.
Kebutuhan kreatif, realisasi diri, dan
perkembangan diri untuk terus lebih maju dan lebih baik. Kecenderungan ini dapat
diungkapkan sebagai keinginan untuk makin lama makin istimewa, untuk menjadi
apa saja menurut kemauannya. Bentuk khusus dari kebutuhan ini bersifat relatif
dan berbeda-beda pada setiap orangnya.
3. Pembangunan
Kebutuhan dasar manusia
Pada awalnya terjadi perdebatan sengit dalam
mendefinisikan berbagai hal yang termasuk kedalam kebutuhan dasar manusia.
Setidaknya terdapat dua pandangan yang berbeda mengenai konsep kebutuhan dasar
manusia tersebut. Pertama, pandangan yang mengaikan kebutuhan dasar
manusia sebagai suatu yang bersifat universal atau berlaku bagi seluruh umat
manusia, dapat dihitung dan dapat diukur (bersifat kuantitatif). Sementara itu,
pandangan kedua berpendapat bahwa kebutuhan manusia secara historis
bersifat relatif dan karena itu harus
dilihat dari konteks sistem sosial tertentu, termasuk yang berkaitan dengan
semua yang membuat kehidupan menjadil lebih bermakna dalam berbagai kebudayaan
yang berbeda.
Dalam rangka mengimplementasikan konsep
kebutuhan manusia ini, ILO (International Labour Organization) pada
tahun 1976 mencoba menjabarkan definisi kebutuhan dasar tersebut. Menurut ILO
kebutuhan dasar terdiri dari dua elemen, yaitu:
a) Mencakup kebutuhan minimum keluarga untuk
konsumsi pribadi, seperti makan yang cukup, rumah, dan pakaian termasuk
perlengkapan dan perkakas rumah tangga.
b) Mencakup pelayanan esensial yang disediakan
oleh dan bagi komunitas pada umumnya, seperti air bersih untuk diminum,
sanitasi, angkutan umum, serta fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Disamping itu, upaya pembukaan lapangan kerja
menurut ILO mutlak diperlukan bagi negara berkembang, tidak saja karena alasan
produktivitas, tetapi juga karena bekerja dan mendapatkan nafkar merupakan hak
asasi manusia. definisi ILO ini kemudian diadopsi oleh Bank Dunia dengan
mengambil versi yang telah dimodifikasi yang memandang redistribusi dan
pertumbuhan sebagai dua unsur yang saling melengkapi.
Pembangunan kebutuhan dasar manusia (human
basic needs development) merupakan sebuah upaya transformasi sosial yang
dilakukan untuk memenuhi hal-hal yang mendasar bagi manusia. Pembangunan ini
bisa dikatakan sebagai upaya pemenuhan Hak Asasi Manusia. Jika kebutuhan
masyarakat miskin sudah terpenuhi, maka diharapkan agar mereka dapat
mengembangkan potensi mereka secara maksimal dan mengaktualisasikan diri (self
actualization) menjadi masyarakat yang berdaya dalam menghadapi berbagai
tantangan perubahan zaman.
Model pembangunan kebutuhan dasar/kesejateraan
lahir dari prakarsa Gunnar Myrdal. Model pembangunan ini menggunakan pendekatan
langsung dengan memenuhi segala kebutuhan dasar masyarakat kelas bawah dalam
rangka untuk memecahkan masalah kemiskinan. Yaitu dengan memenuhi berbagai
kebutuhan dasar seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, dan akses terhadap
pelatanan publik yang meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, air bersih dan
transfortasi.[3]
B.
Konteks Historis Pembangunan Kebutuhan Dasar
Manusia
Pada tahun 1970-an, model pembangunan top-down
mendapat banyak kritikan dari para ahli, karena ketidakmampuannya dalam
memeratakan pembangunan. Konsep pembangunan top-down hanya melihat
masyarakat sebagai objek pembangunan saja. Sehingga hal tersebut mengakibatkan
pasifnya peran masyarakat dalam pembangunan.
Kondisi tersebut mendorong para ahli untuk
memikirkan ulang konsep pembangunan yang mampu memenuhi standar kehidupan
masyarakat di seluruh belahan dunia. Hasilnya, ILO dan World Bank dibawah
kepemimpinan Robert McNamara memperkenalkan konsep pembangunan kebutuhan dasar
(basic needs develoment). Model pembangunan ini menekankan penyediaan
sarana, fasilitas dan regulasi agar kebutuhan dasar masyarakat miskin dapat
terpenuhi sehingga mereka dapat mengaktualisasikan potensi diri mereka secara
maksimal dan turut serta berperan dalam pembangunan.
Konsepsi pembangunan ini berkembang sebagai
reaksi atas ketidakberhasilan pembangunan yang menekankan pertumbuhan ekonomi
dalam menjangkau semua lapisan sosial masyarakat. Pengalaman pembangunan di
beberapa negara menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada skala
nasional, ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar dari sebagian besar
masyarakatnya. Bahkan dalam beberapa kasus diiringi dengan meningkatnya
kemiskinan absolut.[4]
Pendekatan pembangunan konvesional secara eksplisit menganggap ketidaksamaan
sosial, ekonomi dan regional sebagai suatu yang wajar dalam pertumbuhan.
Pada pertengahan 1970-an, pendekatan ini
sangat populer dan telah mengesankan citra lain dari pembangunan yang dilakukan
pada tahun1960-an yang lebih digerakkan oleh mitos-mitos pertumbuhan. Konsep
dasar pendekatan ini adalah penyediaan kebutuhan minimum bagi penduduk yang
tergolong miskin. Kebutuhan minimum yang dimaksud tidak hanya terbatas pada
hanya pangan, pakaian, dan papan saja melainkan juga kemudahan akses pada
pelayanan air bersih, sanitasi, transportasi, kesehatan, dan pendidikan.
Konsep pemangunan kebutuhan dasar manusia pada
saat ini memang sudah tidak begitu dikenal. Karena dalam perkembangannnya,
banyak bermunculan model-model pembangunan baru seperti Sustainable
Development (Pembangunan Berkelanjutan), Empowerment (Pemberdayaan)
dan People Centre Development (Pembangunan
yang berpusat pada manusia). Namun, pada dasar model-model pembangunan tersebut
masih mengadopsi gagasan pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat miskin.
Model pembangunan kebutuhan dasar manusia,
saat ini dijadikan sebagai salah satu pijakan berpikir dalam pembangunan dan
pemberdayaan desa melalui pengembangan jaringan sosial dan kerjasama.[5] Dengan demikian
dalam tataran praktis model pembangunan ini sebenarnya masih digunakan meskipun
dengan variasi yang berbeda.
C.
Strategi Pembangunan Kebutuhan Dasar Manusia
Konsepsi pembangunan kebutuhan dasar manusia
lebih memprioritaskan redistribusi dari pada pertumbuhan. Dalam rangka
menghadapi dilema antara pertumbuhan dan redistribusi, maka pendekatan
kebutuhan dasar memilih pendekatan langsung, yaitu berupa pendekatan
pembangunan yang diarahkan kepada penghapusan kemiskinan ketimbang menunggu
hasil “tetesan” atau “cucuran” dari pertumbuhan.[6]
Pembangunan kebutuhan dasar manusia bukanlah
konsep pembangunam utopis yang menginginkan penghapusan ketidaksamaan
sosial-ekonomi secara mutlak sebagimana didamba-dambakan kaum marxis. Namun
konsep pembangunan ini lebih menekankan pada pengurangan kesenjangan
sosial-ekonomi antara masyarakat kelas atas dengan kelas bawah. Pengurangan
kesenjangan ini dilakukan dengan cara penyediaan dan pelayanan kebutuhan
minimum bagi masyarakat miskin.
Strategi pembangunan kebutuhan dasar manusia dapat
ditinjau dari teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow. Menurut teori ini,
manusia akan mampu mengaktualisasikan potensi dirinya (self actualization)
apabila kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendasarnya telah terpenuhi. Artinya, untuk
membangkitkan keberfungsian sosial manusia pada masyarakat miskin maka sasaran
utama yang pertama kali harus
deperhatikan adalah pemenuhan kebutuhan dasarnya. Pelaksanaan pembangunan berorientasi
pada pelayanan sosial melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial
di sektor kesehatan, perbaikan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Maslow kebutuhan yang diinginkan
seseorang berjenjang, apabila kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, maka
kebutuhan tingkat kedua akan menjadi yang utama, dan begitupun seterusnya.
Maslow merumuskan lima jenjang tingkatan kebutuhan manusia, yaitu sebagai
berikut:
1) Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (phyciological
needs)
Kebutuhan fisiologis
adalah kebutuhan yang berhubungan dengan tubuh manusia berupa makan, minum dan
seks. Pembangunan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ini dilakukan
dengan cara meningkatkatkan jumlah pendapatan, pembukaan lapangan pekerjaan,
pengadaan sarana transfortasi, perbaikan gizi balita, pengadaan air bersih, dan
program nikah massal.
Dengan membuka
lapangan pekerjaan, pembangunan jalan raya dan peningkatan pendapatan, maka masyarakat
akan mampu mendapatkan makanan yang bergizi. Peningkatan kemampuan ekonomi
masyarakat miskin akan berdampak positif bagi pemenuhan nutrisi tiap-tiap
individunya. Kemudian ketersediaan air bersih juga merupakan suatu hal yang
penting bagi pemenuhan kebutuhan tubuh manusia. Jika kebutuhan akan nutrisi
tubuh dan air bersih sudah terpenuhi dengan baik, maka seluruh potensi yang ada
diri mereka akan berkembang dengan baik.
Sementara
pembangunan untuk kebutuhan seks dapat dilakukan melalui pengadaan regulasi
(UU) mengenai pernikahan yang menjamin keadilan bagi keduabelah pihak
(laki-laki dan perempuan). Lembaga sosial pernikahan mengatur bagaimana
pemenuhan kebutuhan biologis akan seks itu harus dilakukan secara sah menurut
kepantasan masyarakat yang bersangkutan. Namun terkadang kemiskinan juga
menghambat pria miskin untuk menikah karena biayanya yang mahal. Oleh karena
itu program nikah massal merupakan solusi yang tepat untuk memenuhi hak asasi
mereka.
2) Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan (safety
and security needs)
Pembangunan
yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan akan keamanan dan keselamatan dilakukan
melalui pengadaan lembaga keamanan/lembaga penegak hukum dan pengadaan
fasilitas kesehatan. Kedua lembaga ini juga sama-sama berfungsi untuk
menurunkan tingkat kematian atau mortalitas. Lembaga keamanan berfungi untuk
melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan baik yang berasal eksternal maupun
internal. Sementara itu fasilitas kesehatan masyarakat berfungsi untuk
melindungi masyarakat dari berbagai wabah penyakit, baik yang menular atau pun
tidak menular.
3) Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (love
and belongingness needs)
Love and
belongingness needs merupakan
kebutuhan akan kasih sayang dari keluarga, sejawat, pasangan dan anak.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok dalam masyarakat.
Menurut Maslow, kegagalan dalam memenuhi
kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki hampir menjadi sumber dari semua bentuk
psikopatologi (penyakit kejiwaan). Banyak studi kasus menunjukan bahwa
perceraian orang tua berdampak negatif bagi perkembangan psikologis anak.
Pembangunan
yang menyangkut dengan pemenuhan kebutuhan ini dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan keberfungsian lembaga sosial keluarga. Konstruksi sosial media
massa dan pranata agama mungkin akan sangat berguna untuk membangun nilai-nilai
kasih sayang antar sesama manusia, khususnya dilingkungan keluarga dan umumnya
dilingkungan masyarakat. Seorang ayah tidak hanya sekedar bertugas mencari
nafkah, tetapi ia juga bertanggungjawab untuk memberikan kasih sayang kebada
istri dan anaknya.
4) Kebutuhan akan harga diri (self estem needs)
Self estem
needs atau kebutuhan
akan harga diri merupakan keinginan untuk mendapatkan penilaian mantap,
penghormatan dan penghargaan dari orang lain. Dalam bidang pembangunan, pemenuhan
kebutuhan ini dilakukan melalui pemberian apresiasi dan penghargaan bagi mereka
yang prestasi. Sehingga mereka lebih terpacu lagi dalam mempebaiki nasib mereka
sendiri.
5) Kebutuhan akan perwujudan diri (self
actualization)
Self
actualization needs adalah
kebutuhan untuk berkembang mengaktualisasikan diri, menjadi yang
seharusnya sesuai dengan potensinya. Kebutuhan kreatif, realisasi diri, dan perkembangan
diri untuk terus lebih maju dan lebih baik. Kecenderungan ini dapat diungkapkan
sebagai keinginan untuk makin lama makin istimewa, untuk menjadi apa saja
menurut kemauannya. Pembangunan dalam memenuhi kebutuhan ini dilakukan melalui
pengadaan fasilitas pendidikan sebagai sarana untuk mengaktualisasikan dirinya
dan pemberian jaminan kebebasan untuk bekerja menekuni apa yang menjadi potensinya.
D.
Model Kebutuhan Dasar: Implikasinya dalam
Kebijaksanaan Nasional
Pendekatan kebutuhan dasar manusia
tumbuh dari usaha pencarian suatu strategi pembangunan yang bisa lebih efektif
dalam menangani kemiskinan yang berlarut-larut di sebagian besar dunia.
Pendekatan kebutuhan dasar merupakan serangan langsung terhadap kemiskinan
dunia dengan memenuhi kebutuhan dasar di bidang pangan, nutrisi, kesehatan,
pendidikan, dan perumahan, demikian pula lewat kegiatan-kegiatan yang bisa
menambah lapangan pekerjaan serta penghasilan dikalangan kelompok-kelompok
pendapatan terendah yang jumlahnya mencapai 40 persen itu.
Model kebutuhan dasar jelas merupakan suatu sumbangan yang penting bagi
teori pembangunan yang memiliki himbauan moral yang kuat. Ia memberikan
kemungkinan cerah untuk memasuki maslaah pembangunan, yang nampaknya berada
diluar jangkauan efektif dari strategi pembanguanan sebelumnya. Sejumlah negeri
telah menghasilkan sejumlah penyesuaian yang penting dalam program-program
pembanguanya. Ini dikembangkan guna menunjang konsep tersebut dan membangkitkan
perangkat kebjaksanaan dalam sekian bidang prioritas yang dipersoalkan oleh
kebutuhan dasar.
1. Pangan
Nutrisi, dan Lapangan Kerja
Meskipun produksi pangan di beberapa negara cukup mencengangkan terutama
sebagai akibat beberapa teknologi revolusi hijau yang baru, tingkat pertumbuhan
produksi pangan di banyak negara berkembangan nempaknya mulai menurun akibat
melambatnya sistem-sistem yang ada, disamping akibat ketidaklancaran
istitusional yang semakin banyak menghambat peningkatan-peningkatan pesat
selanjutnya.
Perangsang bagi pemanfaatan sumber sumber daya air secara penuh ada kalanya
terhambat oleh masalah-masalah penguasaan air. Jika tidak ada demokratisasi
berbagai hubungan sosial didaerah pedesaan lewat berbagai kebijaksanaan dan
perundangan yang sejalan, dan terutama lewat organisasi kaum tani kecil yang efektif
secara sosial, tatanan hirarkis tradisional akan terus menghambat prakarsa dan
produktivitas.
Kendati produktivitas pedesaan yang meningkat adalah kunci buat memenuhi
kebutuhan dasar, mekanisme yang meningkat telah merenggut lapangan kerja
sejumlah penduduk miskin dipedesaan, terutama kaum wanita. Dibeberapa bagian
penting dai banyak negeri berkembang, gabungan antara kemiskinan dan kelebihan
penduduk amat memukul keseimbangan ekologis antara manusia dengan
lingkungannya. Besarnya usaha yang dibutuhkan, demikian pula urgensinya,
memberikan kesempatan yang ajeg buat meningkatkan pendapatan kaum buruh tak
bertanah dan petani kecil, asalkan upah mereka cukup bersaing dengan upah yang
mereka peroleh dalam pertanian.
2. Kesehatan
Peningkatan daya jangkau dinas-dinas kesehatan konvesional di negeri-negeri
berkembang yang miskin dan berpenduduk banyak jelas tak cukup untuk mengimbangi
pertambahan penduduk. Sebaliknya, model kebutuhan dasar menekankan pemeliharaan
kesehatan lingkungan serta kesehatan komunitas. Diperkirakan bahwa tersedianya
air bersih dan sanitasi akan sangat mengurangi gangguan penyakit-penyakit yang
berbiak lewat air umunya serta harapan hidup penduduk termiskin, terutama
anak-anak. Perawatan kesehatan komunitas
menekankan peranan para pemimpin komunitas, khususnya bidan-bidan tradisional
dan dokter-dokter tradisional yang menggunakan obat-obat tradisional, dalam
memajukan dan membantu perwatan kesehatan.
2. Perumahan
Penekanan atas prinsip swasembada dalam pembangunan dan peningkatan perumahan,
sebagai suatu jalan keluar yang paling cerah bagi penduduk maliskin ditiap
negara miskin yang berpenduduk padat harus dilancarkan. Ia akan memerluka
fasilitas-fasilitas kredit setempat, untuk membangun perumahan seutuhnya, atau
bagian-bagian rumah (kerangka atau atap), pengembangan koperasi perumahan atau
koperasi-koperasi lainnya, penggalakan perusahan-perusahaan bangunan dan
bahan-bahan bangunan setempat, penyiapan tempat dan jasa-jasa di sektor-sektor
pedesaan. Dalam banyak kasus, pedesaan tak memiliki prasarana resmi yang
dibutuhkan untuk bisa memanfaatkab kredit tersedia, karena tak pastinya status
tanah, ketidakmampuan menyediakan kredit tersedia, karena tak pastinya status
tanah, ketidak mampuan menyediakan jaminan atau secara hukum tidak mampu melakukan
perjanjian-perjanjian hipotik.
3. Pendidikan
Pendekatan kebutuhan dasar dalam pendidikan menuntut adanya titik berat
pada kemampuan tulis baca yang fungsional, yang sejauh pendidikan foral tak
bisa memenuhinya, harus dicapai lewat berbagai bentuk pendidikan non formal.
Disini, perangkat pengetahuan minimum yang dikembangkan oleh UNICEF mungkin
sangat penting artinya bagi usaha memadukan pemberantasan buta huruf dengan
program-program yang ditujukan buat memenuhi kebutuhan dasar. Ini memerlukan usaha-usaha
pemberantasan butahuruf dengan program-program yang ditujukan buat memenuhi
kebutuhan dasar.
Prioritas kedua haruslah pendidikan dasar dan trcapainya pendidikan umum,
kalaupun bukan untuk sekeloh dasar penuh, maka sekurang kurangnya untuk jangka
waktu 3 tahun. Pendidikan dasar buat memenuhi kebutuhan dasar memerlukan banyak
pembaharuan pendidikan, meliputi pembaharuan kurikulum serta pendidikan guru
demi menyerasikan sistem pendidikan dengan lingkungan sosial dan alam sekitar,
serta berbagai kebutuhan pembangunan dari komunitas dan wilayah yang
bersangkutan.
4. Kebijaksanaan Komunikasi
Usaha buat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar jelas memerlukan arus masuk
informasi yang tiada taranya di pedesaan, yang mampu mencapai penduduk
termiskin dipedesaan. Kita perlu menyusun berbagai program yang bertujuan
meningkatkan produktivitas pertanian, merangsang dan membimbing penyesuaian
dengan tiap metode produksi pangan yang baru, tanaman pertanian (crops) yang
baru, metode-metode pengembangan pertenakan yang juga baru. Kita pun perlu
mengarahkan rencana pada kemuahan memperoleh informasi yang relevan, dan
memungkinkan digunakan kesempatan-kesempatan baru dalam kegiatan perdagangan
dan pedesaan.
4. Kebijaksanaan Kebudayaan
Desentralisasi perencanaan akan merambah jalan ke arah program-program yang
disusun setempat dan akan merangsang kegiatan dan kreativitas kultural
setempat, disamping akan membangkitkan kembali kemampuan komunitas untuk
menikmati kebudayaan sendiri.
Pendekatan kebutuhan dasar dan pada umumnya konsep pembangunan dari bawah
ke atas, mengubah konsiliasi dari berbagai persyaratan yang saling bertentangan
dari kebijaksanaan kultural ini menjadi suatu imperatif yang baru.
Kebijaksanaan kultural yang mendukung pendekatan kebutuhan dasar di tengah-tengah
lingkungan yang sedang mengalami transformasi sosial, dengan konfigurasi
nilainya yang tak pasti, bisa menemukan dalam agama-agama yang hidup itu
kekuatan-kekuatan reintegrasi yang senantiasa dibutuhkan.
5. Kebijaksanaan Penelitian dan Teknologi
Program kebutuhan dasar harus punya komponen penelitian yang terangkum
langsung (buil-in) didalam, yang memungkinkan adanya monitoring,
penyesuaian dan pembaharuan, yang terus menerus. Ini mencakup bidang produksi
pangan dan teknologi distribusi pangan, termasuk pengawasan atas hama, penyakit
dan sampah buangan. Namun, di banyak negara berkembang, perkembangan kemampuan
penelitian belumlahbisa mengimbangi perluasan dalam penggunaan teknologi baru.
Disamping itu, suatu kebijaksanaan penelitian nasional yang mendukung
pendekatan kebutuhan dasar harus mencakup penelitian dan pengembangan yang
bertujuan buat mengangkat teknologi pribumi beserta segenap perlengkapan tani
ke jenjang teknologi berikutnya, tanpa membuat hasilnya yang sudah lebih baik
terjangkau oleh petani.
6. Kebijaksanaan Energi
Pembangunan pedesaan meniscayakan digunakannya energi yang lebih banyak
untuk pengairan, pupuk, tenaga untuk mengolah tanah, demikian pula mesin-mesin
kecil buat pengolahan pertanian serta pabrik kecil-kecilan, tak terkecuali tenaga
untuk memasak dan pemanasan. Kemampuan analisa kebijaksanaan dibidang energi
yang ada kaitannya dengan model kebutuhan dasar juga harus mencakup pengaruh
sosial politis yang sangat berbeda-beda dari sistem-sistem energi.
7. Kebijaksanaan Pemerintahan
Model kebutuhan dasar yang menekankan pembangunan dari bawah ke atas,
keikut sertaan dan prakarsa komunitas, otonomi dan swasembada pedesaan,
mengutamakan pengembangan kemampuan organisasi dan pengelolaan, demikian pula
pengembangan kemampuan organisasi dan pengelolaan, demikian pula pengembangan
koperasi bentuk-bentuk organisasi lainnya, yang ada kalanya bersumber dari
lembaga-lembaga tradisional, dengan memberi para pemimpin mereka sendiri hak
menjalankan semua lembaga itu. Singkatnya, itu berarti penyesuaian tata
hubungan hirarkis dan pantronklien dengan bentuk-bentuk organisasi
kemasyarakatan yang lebih modern dan demokratis serta sanggup menghadapi
masalah-masalah baru. Semua ini langsung bertentangan dengan pendekatan
birokratis konvesional terhadap pedesaan yang senantiasa cenderung memperkuat
semua tatanan tradisional itu. Akibatnya ini akan merupakan suatu loncatan
kuantum dari paternalisme ke emansipasi. Ini memerlukan sekian perubahan sikap
mendasar di pihak pemerintah dan dalam konsp-konsep yang berakar dari tata
hubungan pemerintah dengan yang di perintah, dipihak penguasa serta rakyat pada
umumnya.
8. Dinamika politis dan Implikasi Ideologis
Pada sisi negara-negara industri,
ini mungkin bermula dari terpusatnya perhatian mereka pada dinamika mereka
sendiri, masalah-masalah dan kesempatan-kesempatan mereka sendiri, tapi juga
akibat ketidakpekaan pada berbgai masalah dan dilema dunia ketiga yang
diakibatkan oleh masalah dan dilema ini, dan juga dari tak begitu mudahnya kita
memperoleh hasil-hasil yang cepat dan nyata, terlepas dari semua tenggang
waktu.
Usaha intelektual besar-besaran dan kemantapan
kekuatan yang dibutuhkan oleh dialog kebutuhan dasar hanya bisa dicapai kalau
ketiga faktornya sudah ada. Pertama, saling percaya pada tingkat pribadi antara
para peserta dalam diskusi-diskusi ini. Kedua, saling percaya pada tingkat
pribadi antara para peserta ini, terlepas dari berbagai kemunduran,
penyimpangan, dan berbagai kekecewaan yang tak terhindarkan. Dan ketiga,
kesetian , suatu kejadian untuk saling mempercayai, untuk menunda penilaian
terakhir dalam jangka waktu yang panjang, begitu suatu komitmen bersama telah
dibuat.
Kesimpulan
·
Pembangunan kebutuhan dasar adalah model pembangunan
berupa penyedian pelayanan kebutuhan
dasar bagi masyarakat miskin yang meliputi sandang, pangan, papan,
transfortasi, fasilitas kesehatan dan pendidikan.
·
Latar belakang munculnya konsep pembangunan kebutuhan
dasar manusia adalah sebagai kritik terhadap teori pertumbuhan ekonomi yang
mengabaikan kesenjangan sosial dalam masyarakat.
·
Strategi pembangunan kebutuhan dasar dilakukan dengan
cara memenuhi kebutuhan minimumnya terlebih dahulu sehingga masyakat misikin
dapat mengaktualisasikan potensi dirinya.
·
Pelaksanaan pembangunan kebutuhan dasar manusia ini
dilakukan dengan meningkatkan pendapatan masyarakat, pembangunan jalan,
pembangunan puskesmas dan pelayan KB, pembangunan sekolah, pengadaan air bersih
dan sanitasi serta pengadaan rumah layak huni bagi masyarakat miskin.
Saran
Pembangunan kebutuhan dasar manusia yang dilakukan di Indonesia harus
memperhatikan aspek lokalitas dan budaya masyarakat setempat dalam
mengkategorikan berbagai hal yang termasuk kedalam kebutuhan dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Amien, A. Mappadjantji. 2005. Kemandirian
Lokal: Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Sains
Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fahrudin, Adi. 2012. Pengantar Kesejateraan
Sosial. Bandung: Refika Aditama
Jamaludin, Adon Nasrullah. 2016. Sosiologi
Pembangunan. Bandung: Pustaka Setia.
Maslow, Abraham h. Motivasi dan Kepribadian
(Teori Motivasi dengan Pendekatan Hierarki Kebutuhan Manusia).
Terjemahan Nurul Imam. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Soedjatmoko. 1986. Dimensi Manusia dalam
Pembangunan. Jakarta: LP3ES
Suharto, Edi. 2014. Membangun Masyarakat,
Memberdayakan Rakyat (Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan
Pekerjaan Sosial). Bandung: Refika Aditama.
Yulifar, Leli. 2010. Handbook Sosiologi dan
Antropologi Pembangunan. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu
Pendidikan dan Ilmu Sosial – Universitas Pendidikan Indonesia.
[1] Adon Nasrullah Jamaludin, Sosiologi
Pembangunan, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), h.6
[2] Abraham H. Maslow, Motivasi dan Kepribadian:
Teori Motivasi dengan Pendekatan Hierarki Kebutuhan Manusia, (Bandung:
Remaja Rosda Karya Offset, 1993), h. 43-58
[3] Jamaludin, Op.Cit., h. 216
[4] A. Mappadjantji Amien, Kemandirian Lokal:
Konsepsi Pembangunan, Organisasi dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 154
[5] Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi, Membangunan Jaringan Sosial dan Kemitraan, 2015, h. 12
[6] Emmerij dalam Amien, Op.Cit., 154