Gotong Royong sebagai Representasi Solidaritas Sosial
Gotong Royong sebagai Representasi Solidaritas Sosial
Gotong royong merupakan kegiatan yang dilakukan secara
bersama sama dan bersifat suka rela dengan tujuan agar kegiatan yang dikerjakan
dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan. Menurut Koentjoroningrat,
gotong royong atau tolong menolong dalam komunitas kecil bukan saja terdorong
oleh keinginan spontan untuk berbakti kepada sesama, tetapi dasar tolong
menolong adalah perasaan saling membutuhkan yang ada dalam jiwa masyarakat.
Perilaku masyarakat dalam kegiatan gotong royong
menunjukkan bentuk solidaritas dalam kelompok masyarakat tersebut. Gotong
royong merupakan ciri budaya bangsa Indonesia yang berlaku secara turun-temurun
sehingga membentuk perilaku sosial yang nyata dalam tata nilai kehidupan
sosial. Nilai tersebut menjadikan kegiatan gotong royong selalu terbina dalam
kehidupan komunitas sebagai suatu warisan budaya yang patut untuk dilestarikan.
Berkenaan dengan hal ini, Bintarto (Pasya, 2000), mengemukakan bahwa:
“ Nilai itu dalam sistem budaya orang Indonesia
mengandung empat konsep, ialah: (1) Manusia itu tidak sendiri di dunia ini
tetapi dilingkungi oleh komunitinya, masyarakatnya, dan alam semesta
sekitarnya. Didalam sistem makrokosmos tersebut ia merasakan dirinya hanya
sebagai unsur kecil saja, yang ikut terbawa oleh proses peredaran alam semesta
yang maha besar itu. (2) Dengan demikian
manusia pada hakikatnya tergantung dalam segala aspek kehidupannya kepada
sesamanya. (3) Karena itu, ia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkin
memelihara hubungan baik dengan sesamanya terdorong oleh jiwa sama rata sama
rasa, dan (4) selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifat conform, berbuat
sama dengan sesamanya dalam komunitas, terdorong oleh jiwa sama tinggi sama rendah”.
Gotong royong sebagai nilai budaya. Dengan adanya
nilai tersebut menjadikan gotong royong senantiasa dipertahankan dan diperlukan
dalam berbagai aspek kehidupan dengan bentuk yang disesuaikan dengan kondisi
budaya komunitas yang bersangkutan tinggal. Aktivitas gotong royong dilakukan oleh warga komunitas baik
yang tinggal di pedesaan maupun di perkotaan. Meski demikian masing-masing
mempunyai nilai yang berbeda. Aktivitas gotong royong di perkotaan sudah banyak
dipengaruhi oleh materi dan sistem upah. Sedangkan di perdesaan gotong royong
sebagai suatu solidaritas antar sesama masyarakat dalam satu kesatuan wilayah
atau kekerabatan.
Gotong royong sebagai solidaritas sosial mengandung
dua pengertian, yaitu gotong royong dalam bentuk tolong menolong dan gotong
royong dalam bentuk kerja bakti. Keduanya merupakan sama-sama bertujuan untuk
saling meringankan beban namun berbeda dalam hal kepentingan. Tolong menolong
dilakukan untuk kepentingan perseorangan pada saat kesusahan atau memerlukan
bantuan dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga pihak yang bersangkutan
mendapat keuntungan dengan adanya bantuan tersebut. sedangkan kerja bakti
dilakukan untuk kepentingan bersama sehingga keuntungannya pun dirasakan
bersama baik bagi warga yang bersangkutan maupun orang lain walaupun tidak
turut serta dalam kerja bakti.
Menurut Koentjaraningrat terdapat 5 bentuk kegiatan
gotong royong pada masyarakat pedesaan:
1. Dalam hal pertanian, yaitu bantuan berupa curahan tenaga pada saat
membuka lahan dan mengerjakan lahan pertanian, serta di akhiri pada saat panen.
Bantuan dari orang lain seperti ini harus dikembalikan sesuai dengan tenaga
yang telah orang lain berikan, hal ini terus-menerus berlangsung hingga menjadi
ciri masyarakat terutama yang bermata pencaharian agraris/pertanian hingga membentuk
sistem pertanian. Seperti sistem pertanian huma sangat jelas sekali pola gotong
royong yang mereka lakukan yaitu berdasarkan azas timbal balik.
2. Dalam hal kematian, sakit, atau kecelakaan, dimana keluarga yang sedang
tertimpa musibah tersebut mendapat pertolongan berupa tenaga dan benda dari
tetangga-tetangga dan orang lain yang tinggal di desa tersebut.
3. Dalam hal kematian, sakit, atau kecelakaan, dimana keluarga yang sedang
tertimpa musibah tersebut mendapat pertolongan berupa tenaga dan benda dari
tetangga-tetangga dan orang lain yang tinggal di desa tersebut.
4. Dalam hal pesta-pesta
atau hajatan, misalnya pesta
pernikahan dan khitanan, Aqikahan, bantuan tidak hanya dapat diminta dari kaum
kerabat saja tetapi juga tetangga-tetangga untuk mempersiapkan dan
penyelenggaraan pestanya.
5. Dalam mengerjakan
pekerjaan yang berguna untuk kepentingan umum dalam masyarakat desa, seperti siskamling,
memperbaiki jalan, jembatan,
bendungan irigasi, bangunan umum dsb. Dalam hal ini penduduk desa dapat
bergerak untuk kerja bakti atas perintah dari kepala desa.