GERAKAN SOSIAL MASYARAKAT ADAT INDONESIA



A.    Latar Belakang Gerakan Sosial Masyarakat Adat
Bagi masyarakat adat, hutan adalah pusat kehidupan. Oleh karenanya gerakan sosial masyarakat adalah suatu reaksi atas pengusikan terhadap hutan adat yang dilakukan oleh kapitalis yang bekerjasama dengan aparatur pemerintah. Penerapan kebijakan pemerintah tentang undang-undang kehutanan telah menimbulkan gejolak bagi masyarakat adat.
Sejatinya, masyarakat adat sudah mewarisi tatanan sosial yang berupa kearifan tradisional untuk mengelola sumber daya alam dari  leluhurnya. Kearifan lokal tersebut dapat dilihat dari kepatuhan masyarakat adat terhadap pranata sosial dari leluhurnya yang mengatur masyarakat setempat untuk mengelola sumber daya alam dengan memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan, ketahanan dan keberlanjutan. Namun, sayangnya tatanan ini justeru harus dibenturkan dengan kebijakan konservasi pemerintah yang tidak memberikan ruang bagi masyarakat adat.
Realitas masyarakat adat yang sebagian besar masih meiliki kearifan tradisonal dalam mengelola sumber daya alam justeru terabaikan dengan masuknya proyek konservasi diwilayah mereka. Yang menjadi permasalahan di masyarakat adat adalah motif dari konservasi yang mengklaim tanah tersebut milik negara. Dilain pihak, masyarakat adat juga mengklaim bahwa tanah tersebut adalah milik mereka sebagai warisan dari leluhurnya.
Selama ratusan tahun, masyarakat adat sudah membuktikan bahwa pengetahuan akan kearifan tradisionalnya mampu menjaga kelestarian dan kesimbangan lingkungan alam. Namun, hal tersebut justeru dinafikan oleh kebijakan konservasi pemerintah. Padahal dengan melakukan kerja sama dan mengakui hak-hak adat, perlindungan dan keberlanjutan hidup yang sesungguhnya bisa dilakukan bersama. Masyarakat adat hanya menuntut pengakuan akan status tanah, peta partisipatif, serta mengakui status  dari pengetahuan kearifan  lokal mereka.
Gerakan sosial masyarakat adat terjadi akibat adanya ketidaksepahaman antara pemerintah dengan masyarakat adat. Pemerintah mengeluarkan kebijakan program konservasi dengan klaim hutan milik negara. Padahal, jauh sebelum kebijakan itu dikeluarkan, masyarakat adat sudah hidup turun-temurun di tempat tersebut. Oleh karena itu, pemahaman antara hutan negara dengan hutan adat seharusnya dikompromikan terlebih dahulu.
B.     Tujuan Gerakan Sosial Masyarakat Adat
1.      Mendapatkan pengakuan terhadap kearifan tradisional masyarakat adat
Masyarakat adat yang sudah hidup secara turun-temurun  di wilayah tersebut sudah membuktikan bagaimana mereka mengelola sumber daya alam secara baik dengan dengan memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan, ketahanan dan keberlanjutan. Khasanah kearifan tradisional tersebut terpelihara dalam kepatuhan mereka akan pranata sosial leluhur. Berbeda dengan yang dilakukan oleh para kapitalis yang mengeruk habis sumber daya alam tanpa memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan, ketahanan dan keberlanjutan. Oleh karena itu gerakan sosial masyarakat adat menuntut akan pengakuan pemerintah terhadap kearifan tradisional masyarakat adat dalam mengolah sumber daya alam hutan adat.
2.      Mendapatkan pengakuan akan hak-hak masyarakat adat sebagai warga negara
Masyarakat adat juga merupakan bagian dari warga negara. Oleh karena itu, mereka menuntut pemerintah agar melindungi hak-hak mereka sebagai warga negara. Sebagaimana tercantum  dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28D yang menyatakan bahwa : “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
3.      Mendapatkan pengakuan akan peta geografis tanah masyarakat adat
Kebijakan pemerintah yang justeru lebih berpihak kepada para kapitalis menuai sejumlah reaksi kekecewaan masyarakat adat terhadap pemerintah. Pemerintah mengklaim bahwa hutan yang bersangkutan adalah milik negara. Tetapi akhirnya pemerintah malah memberikan hak pengelolaan hutan tersebut terhadap kapitalis yang juteru merusak hutan yang katanya milik negara tersebut. Untuk itu dibentuklah gerakan sosial masyarakat adat guna menuntut keadilan yang seharusnya mereka dapatkan sebagai warga negara.
kebijakan program konservasi yang dikeluarkan pemerintah dengan klaim hutan milik negara merupakan sebuah ketidakadilan bagi masyarakat adat. Karena, jauh sebelum negara ini dibentuk, masyarakat adat sudah hidup turun-temurun di wilayah tersebut. Sehingga sangat pantas jika masyarakat adat mengklaim bahwa tanah tersebut adalah milik mereka.

C.    Asosiasi dari Lembaga Gerakan Sosial Masyarakat Adat Indonesia
AMAN adalah sebuah gerakan sosial masyarakat adat berbentuk aliansi yang merupakan perserikatan dari komunitas-komunitas masyarakat adat nusantara.  AMAN sendiri adalah singkatan dari “Aliansi Masyarakat Adat Nusantara” yang dibentuk pada tanggal 17 Maret 1999 di Jakarta.
AMAN merupakan sebuah organisasi nir-laba yang bersifat independen. Organisasi tersebut berfungsi sebagai wadah berhimpunnya masyarakat adat dalam memperjuangkan hak-hak adatnya; Membela, melidungi dan melayani masyarakat adat serta memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi dan kepentingan masyarakat adat dalam segala aspek kehidupan. Selain itu organisasi tersebut juga mempunyai misi untuk mewujudkan masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan bermartabat secara budaya.
D.    Lawan Politik
Sebagai gerakan sosial yang timbul atas ketidakadilan, tentu memiliki konsekuensi logis akan hadirnya lawan politik dari gerakan tersebut. Lawan politik dari gerakan masyarakat adat tersebut adalah para kapitalis dan aparatur pemerintah yang berorientasi pada kapitalis. Para kapitalis biasanya melakukan persekongkolan dengan pemerintah untuk membentuk suatu korporasi. Kongkalikong tersebut dilakukan secara terstruktur, masif dan sistematis.
Biaya politik demokrasi yang mahal dimanafaatkan para kapitalis untuk bekerjasama dengan sebagian aparatur pemerintahan. Kapitalis memberikan modal (capital) yang diperlukan setiap calon pejabat untuk biaya kampanyeu dan pencitraan dikalangan masyarakat. Sebagai imbalannya, para pejabat terpilih harus membuat kebijakan yang selaras dengan kepentingan kapitalis. Pemerintah secara tidak langsung merampas tanah masyarakat adat, kemudian memberikan izin pengelolaan lahan tersebut kepada pengusaha. Hal ini dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh pengusaha untuk mengeruk habis sumber daya alam yang tersedia dilahan tersebut.
Sebagai contohnya adalah pada kasus PT Tobaan Pulp Lestari yang mendapatkan persetujuan lokasi pabrik oleh Gubernur Sumetera Utara seluas 200 hektar. Satu tahun kemudian perusahaan tersebut mendapatkan HPH seluas 15.000 hektar yang mencakup hutan adat. Padahal hutan penghasil kemenyan tersebut adalah satu-satunya sumber mata pencaharian warga sekitar. Pada tahun 2009 sembilan perusahaan mulai menebang pohon kemenyan dan menanam pohon eukaliptus (pohon bahan baku kertas). Aksi prostes warga dibalas dengan kekerasan dan penangkapan yang dilakukan oleh oknum polisi. Secara hukum, masyarakat adat memang tidak memiliki bukti kepemilikan tanah yang sah. Namun apabila ditinjau dari sejarah, mereka sudah hidup turun-temurun diwilayah tersebut. Konflik antara komunitas adat setempat dengan PT Tobaan Pulp Lestari tersebut mengakibatkan : Tewasnya Panuju Manurung; 10.000 warga terlibat bentrok; 79 warga ditahan; 23 rumah warga dan 25 truk dibakar; dan Ganti rugi lahan hanya dihargai Rp. 12.500/ha. Tentu saja hal tersebut sangat merugikan warga.

E.     Strategi yang dilakukan
1.      Melakukan aksi demonstrasi
2.      Melakukan lobi dengan badan legislatif pemerintahan
3.      Mengadakan Kongres Masyarakat adat Nusantara
4.      Sosialisasi permasalahan dan tuntutan
5.      Bekerjasama dengan instansi lain baik dalam dan luar negeri yang mempunyai tujuan yang sama untuk memperjuang hak-hak masyarakat adat.



Sumber Referensi :

http://aman.or.id
LihatTutupKomentar

Iklan