Audit Personalia

Tujuan audit personalia adalah mengevaluasi kegiatan-kegiatan personalia dengan maksud untuk menilai efektivitas mengenai aspek-aspek yang dapat diperbaiki, mempelajari aspek-aspek tersebut secara mendalam dan menunjukan kemungkinan perbaikan serta membuat rekomendasi untuk pelaksanaan perbaikan-perbaikan tersebut. Ruang lingkup dari pelaksanaan audit personalia ini mencakup: 
·         Evaluasi terhadap fungsi-fungsi personalia;
·         Penggunaan prosedur-prosedur personalia oleh para manajer;
·         Dampak dari kegiatan tersebut pada sasaran-sasaran dan kepuasan karyawan.

a.      Audit Fungsi Personalia
Audit secara logis dimulai dengan mereview kerja departemen personalia. Terdapat berbagai bidang utama yang bisa dicakup dalam audit. Untuk hanya beberapa aspek sistem manajemen personalia, auditor bisa mengabaikan topik-potik lain. Tim audit hendaknya :
1)      Mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab atas setiap kegiatan;
2)      Menentukan sasaran yang akan dicapai oleh setiap kegiatan.
3)      Mereview berbagai kebijaksanaan dan prosedur yang digunakan untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut.
4)      Menentukan besarnya sampel catatan-catatan dalam sistem informasi personalia untuk mempelajari apakah kebijaksanaan diikuti secara benar.
5)      Menyiapkan laporan audit;
6)      Mengembangkan rencana tindakan koreksi terhadap kesalahan-kesalahan dalam sasaran, kebijaksanaan dan prosedur.
7)      Melaksnakan tindak lanjut untuk memastikan apakah masah-masahah temuan audit telah dipecahkan.

b.      Audit Pelaksanaan Manajerial
Audit juga mereview pelaksanaan berbagai kebijaksanaan dan prosedur personalia oleh para manajer. Bila para manajer mengabaikan kebijaksanaan-kebijaksanaan personalia atau pelanggar hukum hubungan perburuhan, audit hendaknya mengemukakan kesalahan-kesalahan tersebut agar tindakan koreksi tersebut dapat dimulai.
Salah satu hak prerogatif perusahaan ialah merumuskan dan menetapkan berbagai kebijaksanaan yang akan ditempuh dalam mengelola perusahaan, termasuk mengenai sumber daya manusia. berbagai kebijaksanaan itu pada umumnya mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Audit perlu ditujukan pada pencarian dan penemuan fakta tentang taat tidaknya manajemen pada berbagai kebijaksanaan yang ditetapkannya sendiri. Taat tidaknya manajemen pada berbagai keputusan yang dibuatnya sendiri pasti berdampak sangat kuat pada kehidupan organisasional dengan berbagai seginya.
Pihak manajemen pasti menyadari berbagai kebijaksanaan internal dirumuskan dan ditetapkan dengan memperhitungkan berbagai perundang-undangan yang berlaku. Bahkan bukan hanya memperhitungkannya, melainkan menjadikannya sebagai cantolan, oleh karena itu harus ditaati. Dengan demikian, tiga aspek yang menjadi sasaran audirnya iala: (a) apakah manajemen memperhitungkan tuntutan berbagai ketentuan normatif atau tidak. (b) ketaatan pada perundang-undangan yang berlaku. (c) ketaatan pada keputusan yang dibuat sendiri. Hasil audit ketiga aspek tersebut sangat bermanfaat bagi proses pengambilan keputusan di masa depan dan dalam mengelola perusahaan dengan tingkat efisiensi, efektivitas, dan produktivitas yang lebih tinggi.

c.       Audit Kepuasan Karyawan
Departemen personalia yang efektif memenuhi baik kebutuhan-kebutuhan organisasi maupun karyawan. Bila kebutuhan-kebutuhan karyawan tidak terpuaskan, perputaran, absensi dan kegiatan serikat karyawan cenderung meningkat. Untuk mempelajari pemenuhan ini, tim audit memperoleh data dari para karyawan. Tim mengumpulkan informasi tentang gaji, “benefits”, praktek-praktek pengendalian, bantuan perencanaan karier dan umpan balik yang diterima karyawan tentang prestasi kerja.
Asumsinya, karyawan produktif adalah mereka yang merasa bahagia dalam pekerjaannya. Dari teori manajemen sumber daya manusia diketahui bahwa terdapat empat variabel yang menjadi indokator bahagia tidaknya para karyawan dalam berkarya, yaitu tingkat produktivitas yang tinggi, tingkat kemangkiran yang rendah, tingkat perpindahan pegawai yang rendah dan tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Berbagai indikator itu sekaligus membuktikan bahwa para karyawa:
1)      Merasa diperlakukan secara manusiawi sesuai dengan harkat dan martabatnya;
2)      Mempunyai rasa memiliki perusahaan;
3)      Menunjukan loyalitas yang tinggi kepada atasan dan rekan-rekan sekerja;
4)      Membuat komitmen yang besar demi keberhasilan perusahaan;
5)      Bersedia mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki dalam arti pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, bakat dan minat;
6)      Menunjukan dedikasi tinggi kepada tugas;
7)      Menunjukan memikul tanggung jawa yang besar;
8)      Bersedia bekerjasama dengan berbagai pihak;
9)      Berupaya menghindari perilaku yang disfungsional;
10)  Mempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.

1.      Manfaat dan Urgensi dari Audit Personalia
Menurut Hani Handoko,[1] berbagai kegunaan audit personalia adalah sebagai berikut:
a)      Mengidentifikasi sumbangan-sumbangan departemen personalia kepada organisasi.
b)      Meningkatkan kesan profesional terhadap departemen personalia.
c)      Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme lebih besar diantara para karyawan departemen personalia.
d)     Menstimulasi keseragaman kebijaksanaan-kebijaksanaan dan praktek-praktek personalia.
e)      Memperjelas tugas-tugas dan tanggung-jawab departemen personalia.
f)       Menemukan masalah-masalah personalia kritis.
g)      Mengurangi biaya-biaya sumber daya manusia melalui prosedur-prosedur personalia yang lebih efektif.
h)      Menyelsaikan keluhan-keluhan lama dengan aturan-aturan legal.
i)        Meningkatkan kesediaan untuk menerima perubahan-perubahan yang diperlukan dalam departemen personalia.
j)        Memberikan tinjauan terhadap sistem informasi departemen.
Menurut Sondang P. Siagian, pentingnya melakukan audit kepegawaian dapat disoroti dari paling sedikit tiga sudut pandangan.[2] Pertama, untuk kepentingan pemenuhan berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Telah dimaklumi bahwa pemerintah dimana pun menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang sumber daya manusia. Tidak ada organisasi yang luput untuk menaati semua ketentuan perundang-undangan tersebut. Audit terhadap bagian kepegawaian akan memberikan informasi tentang apa yang dilakukan dalam organisasi yang menyangkut ketentuan normatif tersebut.
Kedua, seperti telah dimaklumi ada satu komponen biaya yang harus dipikul oleh setiap organisasi adalah imbalan yang diberikan kepada pekerja. Telah ditekankan dimuka, bahwa imbalan bukan hanya dalam bentuk upah atau gaji, melainkan keseluruhan beban finansial sebagai akibat diberlakukannya sistem imbalan tertentu dalam organisasi. Menerapkan suatu sistem imbalan tertentu, berbagai prinsip seperti keadilan, prinsip perbandingan dan prinsip kewajaran, perlu diperhatikan. Suatu audit mengenai sistem imbalan perlu dilakukan karena:
a.       Apabila jumlah dan jenis imbalan yang diberikan kepada para pekerja terlalu besar, beban finansial dapat menjadi sedemikian beratnya sehingga mungkin tidak dapat dipikul oleh organisasi;
b.      Sebaliknya apabila jumlah dan jenis imbalan itu terlalu kecil, banyak dampak negatif yang mungkin timbul seperti ketidapuasan pegawai, tuntutan perbaikan nasib yang dapat menggangu jalannya roda organisasi, tingkat kemangkiran yang tinggi, keinginan pindah bekerja dan berbagai masalah lainnya.
Ketiga, karena kegiatan bagian pegawai pasti berpengaruh terhadap seluruh aspek karyaan para pegawai, berbagai kegiatan tersebut mutlak perlu diaudit guna lebih menjamin:
a.       Agar seluruh kegiatan satuan kerja tersebut mendorong cara kerja yang efisien, efektif dan produktif.
b.      Agar hubungan antara pekerja, antar kesatuan kerja, dan antara para pekerja dengan kelompok manajemen serasi dan selaras.
c.       Agar berbagai kebijaksanaan yang dirumuskan dan dilaksanakan memperkaya mutu karyawan para pekerja dalam organisasi.

2.      Langkah-Langkah Dasar dalam Pelaksanaan Audit
Dapat dinyatakan secara aksiomatik bahwa keberhasilan pelaksanaan audit sangat ditentukan oleh mantapnya pengambilan langkah-langkah yang oleh para pakar praktisi sudah diakui sebagai tindakan yang harus diambil. Meskipun benar bahwa setiap perusahaan mempunyai jati diri yang khas dan mempunyai permasalahan yang bersifat unik pula, perkembangan audit manajemen sedemikian rupa sehingga telah dikertahui urutan langkah-langkah yang lumrah diambil, yaitu[3]:
a)      Penentuan cakupan kegiatan audit;
b)      Perencanaan kegiatan audit;
·         Identifikasi komponen perusahaan yang akan menjadi sumber data;
·         Penentuan jangka waktu pelaksanaan audit;
·         Pengorganisasian kegiatan audit;
·         Penentuan instrumen pengumpulan data
·         Menentukan teknik analisis yang akan digunakan.
c)      Pengumpulan fakta;
·         Mempelajari dokumen resmi perusahaan tentang bidang fungsional atau komponen yang akan di audit.
·         Melakukan wawancara dengan para manajer dan karyawan yang menangani bidang fungsional atau satuan kerja tertentu.
·         Menyusun dan menyebarluaskan kuesioner kepada pihak-pihak tertentu.
·         Melakukan survai langsung di lapangan.
d)     Analisis data;
·         Harus ada jaminan bahwa dalam proses analisis tidak terjadi manipulasi atau rekayasa.
·         Informasi yang dihasilkan harus mengungkap berbagai alternatif yang mungkin ditempuh oleh manajemen puncak.
·         Terlihat dengan jelas keunggulan dan kelemahan setiap alternatif.
e)      Penyusunan laporan, dapat dikatakan baik apabila:
·         Memuat resume tentang kegiatan yang telah diselenggarakan (ringkasan eksekutif) yang berarti bahwa hanya dengan membaca ringkasan itu saja manajemen puncak sudah mempunyai gambaran menyeluruh mengenai isi laporan;
·         Terdapat uraian tentang cakupan kegiatan audit yang mencerminkan tentang adanya kesatuan persepsi antara manajemen puncak dan pelaksana audit.
·         Pembahasan sistematik tentang berbagai alternatif yang mungkin ditempuh dengan menunjukan keunggulan atau kelemahan setiap alternatif, termasuk penghematan yang dapat diwujudkan apabila alternatif tertentu dianggap lebih unggul dibandingkan dengan alternatif lain.
·         Laporan bersifat faktual dan objektif.




[1] Ibid., h. 225-226
[2] Sondang P. Siagian. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 354-355
[3] Sondang P. Siagian. Audit Manajemen. (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 25-29

LihatTutupKomentar

Iklan