Sistem Sosial Indonesia
1. Pendahuluan
Sistem
sosial budaya merupakan sebuah konsep untuk menjelaskan dan memberikan
eksplanasi deskripsi melalui kenyataan dalam kehidupan masyarakat. Ukuran
konsep sistem sosial budaya yang menjadi fokus utamanya meliputi : ketepatan,
acuan terhadap empirik dan kegunaan dalam menerangkan suatu gejala sosial. Konsepsi
sistem sosial budaya dapat dirinci dari ilmuan sosial abad 19 seperti Auguste
Comte, Herbert Spencer, Karl Mark dan Emile Durkheim.
Sistem
merupakan kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen subsistem yang
saling berhubungan, memiliki tujuan dan terjadi dilingkungan yang rumit dan
kompleks. Ciri-ciri sebuah sistem meliputi : fungsi, satuan, batasan, bentuk,
lingkungan, hubungan, proses, masukan,
keluaran dan pertukaran.
Teori
sistem sosial diperkenalkan oleh Talcot Parsons. Ia mengatakan bahwa sistem sosial dapat berfungsi apabila
memenuhi empat persyaratan fungsional, yaitu : adaptasi, pencapaian tujuan,
integrasi dan pemeliharaan pola-pola tersembunyi.
Sistem
kebudayaan merupakan wujud abstrak dari kebudayaan yang berupa ide-ide dan gagasan
manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat. Sistem budaya berfungsi
untuk menata dan memantapkan tindakan-tindakan serta tingkahlaku anggota
masyarakat. Jadi, sistem sosial budaya adalah segala sesuatu yang bertalian
dengan sistem hidup bersama dari sekelompok orang yang di dalamnya sudah tercakup
struktur, organisasi, nilai-nilai sosial
dan aspirasi hidup serta cara mencapainya. Sistem sosial budaya terdiri dari
beberapa subsistem yang meliputi : subsistem politik, subsistem sosial, subsistem
ekonomi, susbsistem budaya, subsistem pertahanan-keamanan dan subsistem hukum,
dimana masing-masing dari setiap subsistem tersebut saling berkaitan secara
fungsional.
Sistem
sosial buadaya memiliki beberapa unsur pokok, yaitu : kepercayaan, perasaan dan
pikiran, tujuan, kaidah atau norma, pengawasan, sanksi, fasilitas, kelestarian
dan kelangsungan hidup serta keserasian antara kualitas kehidupan dengan
kualitas lingkungan.
2. Dinamika Sosial
Budaya Indonesia dalam Pembangunan
Konsep
masyarakat Indonesia berkembang melalui proses perjalanan masa yang panjang
oleh bentukan sejarah, keanekaragaman dan keseragaman tradisi serta proses
modernisasi. Sistem sosial budaya Indonesia adalah totalitas nilai, tata sosial, dan tata laku manusia
Indonesia yang merupakan manifestasi dari karya, rasa dan cipta dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Letak
geografis Indonesia yang berada di antara dua samudera (Hindia dan Fasifik) dan
dua Benua (Asia dan Australia) yang merupakan daerah perlintasan dan pertemuan
berbagai macam agama dan kebudayaan menyebabkan terjadinya perkembangan sistem
sosial budaya Indonesia yang melalui lapisan sosial budaya, yaitu: (1) Lapisan
sosial budaya lama dan asli, (2) Lapisan agama dan budaya yang berasal dari
India, (3) Lapisan sosial budaya agama Islam, (4) Lapisan sosial budaya dari
Barat dan (5) Lapisan Kebudayaan Indonesia yang dimulai kesadaran bangsa.
Lapisan
sosial budaya lama asli Indonesia memperlihatkan persamaan yang mendasar yang
meliputi bahasa, adat dan budaya. Pada masa itu sistem sosial budayanya
ditandai dengan sistem kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat yang
berada pada lapisan sosial budaya tersebut mempercayai akan adanya roh-roh dan
tenaga-tenaga gaib yang meresapi seluruh kehidupan baik manusia secara individu
maupun kehidupan masyarakat. Sistem pengetahuan yang berkembang berasala dari
pustaka nenek moyang dan tersimpul dalam bentuk mitos. Nilai sosial yang dominan
pada kebudayaan Indonesia asli adalah nilai spiritual (agama), nilai
solidaritas dan nilai kesenian.
Pada
Lapisan kebudayaan India, diatandai dengan perkembangan sistem pengetahuan
dalam masyarakat. Nilai yang dominan pada lapisan sosial budaya ini adalah
nilai keagaaman yang lebih berrasio dan maju, nilai kekuasaan dengan sistem
kasta dan feodalismenya, nilai seni dengan artefak-artefak peninggalannya.
Sementara nilai solidaritas tenggelam dalam sistem kasta dan kerajaan-kerajaan
feodal.
Pada
lapisan sosial budaya Islam, nilai yang cenderung dominan adalah nilai agama,
nilai solidaritas, nilai ekonomi, dan nilai teori. Nilai agama yang berkembang
adalah sistem kepercayaan monoteisme, dimana pada sistem kepercayaan ini
manusia mempunyai kedudukan yang istimewa dibanding hewan dan tumbuhan sebagai
ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Dalam Islam, memungkinkan tumbuhnya pikiran dengan
bebas dan menyelidiki hukum-hukum alam, sehingga nilai teori padal lapisan
sosial budaya ini juga cukup dominan. Pada lapisan sosial budaya modern
(berasal dari barat) ditandai dengan melemahnya nilai agama dan berkembang
pesatnya sistem pengetahuan masyarakat. Sementara yang menjadi ciri lapisan
sosial budaya Indonesia pada saat ini ditandai dengan dominannya nilai
solidaritas persatuan seluruh suku bangsa Indonesia (nasionalisme).
3. Konsep Pokok dalam
Sistem Sosial Budaya Indonesia
Dalam
pandangan fungsionalisme struktural, masyarakat merupakan suatu sistem yang
secara fungsional terintegrasi kedalam satu bentuk equilibrium. Lebih lanjut
lagi Talcot Parsons menyatakan bahwa struktur sistem sosial adalah proses
interaksi diantara para pelaku sosial. Dalam proses interaksi sosial tumbuh
standar penilaian umum yang disepakati bersama (norma sosial). Sistem sosial
pada dasarnya merujuk pada suatu bentuk masyarakat dalam skala besar.
Struktur
masyarakat Indonesia dapat dilihat melalui dua karakteristik perbedaan sosial,
yaitu vertikal dan horizonal. Perbedaan sosial vertikal (stratifikasi sosial)
ditandai dengan adanya lapisan-lapisan sosial atas dan bawah yang tajam. Soerjono
Soekanto menyatakan bahwa pelapisan sosial terjadi karena adanya sesuatu yang
dihargai. Sementara perbedaan sosial horizontal ditandai dengan adanya
kenyataan kesatuan sosial dari berbagai latar belakang suku bangsa dan agama.
Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, karena memiliki karakteristik yang
nyaris sama dengan sifat-sfat dasar
masyarakat majemuk (Pierre L. Van Den Berghe, yaitu : 1) terjadinya segmentasi
kedalam kelompok-kelompok yang memiliki subkultur yang berbeda; 2) struktur
sosial terbagi kedalam institusi yang bersifat non-komplementer; 3) kurangnya
konsensus di antara anggota tentang
nilai-nilai dasar; 4) terjadinya konflik antar kelompok; 5) integrasi sosial
tumbuh di atas paksaan dan ketergantungan ekonomi; 6) dominasi politik oleh
satu kelompok terhadap kelompok yang lainnya. Faktor yang menyebabkan
terjadinya pluralitas di dalam masyarakat Indonesia adalah : isolasi geografis
kepulauan Indonesia; letak Indonesia yang berada di jalur perlintasan dan
pertemuan Budaya; serta Iklim dan struktur tanah yang berbeda.
Kontjaraningrat
mengklasifikasikan tipe sosial budaya Indonesia berdasarkan unsur persamaan
dalam hal adaptasi ekologis, sistem dasar kemasyarakatan dan
gelombang-gelombang pengaruh yang dialaminya. Menurutnya terdapat 6 tipe sosial
budaya di Indonesia, yaitu :
a) Tipe masyarakat berkebun dengan sistem
kemasyarakatan di desa terpencil, tanpa diferensiasi dan stratifikasi yang
berarti, gelombang pengaruh kebudayaan menanam padi, kebudayaan perunggu dan
isolasi dibuka oleh zending dan misi.
b) Tipe masyarakat bercocok tanam padi yang
tidak mengalami gelombang pengaruh kebudayaan Hindu dan agama Islam.
c) Ttipe masyarakat bercocoktanam padi yang
menagalami pengaruh agama Islam.
d) Tipe masyarakat pedesaan bercocok tanam
padi yang mengalami semua pengaruh gelombang kebudayaan asing (Hindu, Islam dan
sistem kolonial).
e) Tipe masyarakat perkotaan dengan ciri
sektor perdagangan dan industrinya yang lemah.
f) Tipe masyarakat metropolitan dengan
sektor perdagangan dan industri yang lebih berarti tetapi masih didominasi oleh
aktivitas politik.
Secara garis
besar, terdapat empat sistem kebudayaan dalam masyarakat Indonesia, yaitu: (1)
sistem budaya kelompok etnik pribumi, (2) sistem budaya agama-agama besar
Indonesia, (3) sistem budaya Indonesia yang mengintegrasikan masyarakat secara
total, serta (4) sistem budaya asing yang mempengaruhi pikiran, sikap dan
tindakan sebagian penduduk. Setiap sistem budaya mengendalikan pikiran,
tindakan dan perasaan orang yang telah mengintegrasikannya. Pada saat ini
orang-orang Indonesia telah menginternalisasikan tiga sistem budaya yang
berbeda, yaitu sistem budaya etnik, sistem budaya agama dan sistem budaya
nasional. Lebih jauh lagi, orang-orang kota telah menambah sistem kebudayaan
asing dalam dirinya. Dalam sistuasi tertentu, antar sistem-sistem tersebut
kadang tidak selaras satu sama lain, sehingga penganutnya harus memilih salah
satunya. Konflik dapat terjadi ketika terjadi perbedaan sistem yang dipilih,
misalnya pada studi kasus kaum agamis dan nasionalis.
Untuk
menggambarkan secara keseluruhan mengenai sistem sosial Indonesia, maka S.T.
Alisyahbana mengajukan 6 nilai analisis, yaitu: nilai teori, nilai kuasa, nilai
seni, nilai ekonomi, nilai solidaritas dan nilai agama. Dari enam nilai
tersebut, nilai yang paling dominan dalam masyarakat Indonesia saat ini adalah
nilai agama (sistem kepercayaan), nilai solidaritas (sistem kemasyarakatan) dan
nilai seni (sistem kebudayaan). Sementara nilai teori, nilai kuasa dan nilai
ekonomi masih rendah.
Nilai fundamental
dalam masyarakat Indonesia adalah Pancasila. Nilai tersebut berfungsi sebagai orientasi
pandangan hidup dan penyelenggaraan kehidupan masyarakat Indonesia secara
keseluruhan. Pancasila mengandung nilai persatuan yang mengintegrasikan seluruh
suku bangsa Indonesia.
4. Implementasi Sistem
Sosial Budaya Indonesia
Sistem
sosial budaya Indonesia sebagai totalitas nilai, tata sosial dan tata laku
manusia Indonesia harus mampu menunjukan pandangan hidup dan falsafah negara
Pancasila kedalam segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara. Implementasi
nilai-nilai tersebut dapat terwujud apabila Pancasila sudah menjadi pendorong,
penggerak dan pembatas tingkah laku manusia Indonesia. Asas sistem sosial
budaya Indonesia mencakup : asas ketuhanan, asas kemerdekaan, asas persatuan
dan kesatuan, asas kedaulatan rakyat dan asas adil makmur.
Pola
pikir, pola tindak dan fungsi sistem sosial budaya Indonesia merupakan
institusi sosial, yaitu sistem yang menunjukan bahwa peranan sosial dan
norma-norma saling terkait, yang telah disusun guna memuaskan suatu kehendak
atau fungsi sosial. Pola pikir sistem sosial budaya Indonesia mencakup negara
yang berdasarkan asas Ketuhanan Yang Maha Esa, negara persatuan, demokrasi
pancasila, keadilan sosial dan budi pekerti. Kemudian, pola tindak sistem
sosial Indonesia meliputi aspek gotong royong, prasaja, musyawarah, kesatria
dan dinamis. Sementara funsi sistem sosial budaya Indonesia melingkupi aspek
keluarga, masyarakat dan negara.
Struktur
sistem sosial budaya Indonesia dapat merujuk pada nilai-nila yang terkandung
dalam pancasila yang terdiri atas: tata nilai (agama, kebenaran, moral, vital
dan material), tata sosial (hukum) dan tata laku.
Proses
sistem sosial budaya Indonesia mempunyai derajat dinamika tertentu yang
merupakan bagian yang tidak terpisahakan dari proses pembangunan nasional
sebagai pengamalan Pancasila, yang pada hakikatnya adalah pembangunan seluruh
rakyat Indonesia. Proses sosial budaya harus berjalan terlebih dahulu sebelum
proses pebangunan guna menyiapkan manusia dan masyarakat yang secara mental
dapat menerima pembaharuan. Setelah masyarakat menerima pembaharuan, maka
proses selanjutnya adalah menyiapkan masyarakat yang mampu ikut serta berperan
dalam proses pembangunan. Masyarakat tersebut harus memiliki kualitas : beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, bekerja
keras, disiplin, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil,
sehat jasmani dan rohani, cinta tanah air, percaya diri, inovatif, produktif
dan berorientasi ke masa depan.
5. Integrasi Nasional
dan Konflik dalam Masyarakat
Indonesia
sebagai negara berkembang dengan kondisi masyarakatnya yang multikultural,
menghadapi persoalan masalah integrasi nasional. Bagian-bagian atau unsur-unsur
dari masyarakat Indonesia belum berfungsi sebagai suatu kesatuan. Keragaman
suku bangsa, agama, dan pelapisan sosial telah menumbuhkan kelompok-kelompok
atau lembaga-lembaga yang secara nyata berjalan sendiri-sendiri. Kehidupan
masyarakat Indonesia sebagai suatu sistem selalu dihadapkan pada tuntutan untuk
mengorganisasikan anggotanya, sehingga tindakan mereka dapat diintegrasikan
dengan baik satu sama lain. Pluralitas masyarakat Indonesia yang
multi-dimensional menjadi persoalan integrasi nasional Indonesia baik secara
vertikal maupun secara horizontal.
Suatu
sistem sosial dapat terintegrasi diatas landasan dua hal: (1) suatu masyarakat
senantiasa terintegrasi diatas tumbuhnya konsensus di antara sebagian besar
anggota masyarakat akan nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental;
Serta (2) suatu masyarakat senantiasa terintegrasi oleh berbagai keseatuan
sosial. Segmentasi dalam bentuk terjadinya kesatuan-kesatuan sosial yang
terikat oleh ikatan-ikatan primordial dengan subkebudayaan yang berbeda sangat
rentan terjadinya konflik. Konflik yang mungkin terjadi adalah konflik yang
bersifat ideologis dan yang bersifat politik.
Faktor
yang menyebabkan terjadinya integrasi nasional Indonesia adalah kesepakan
bersama akan nilai-nilai umum yang dihayati bersama melalui proses sosialisasi.
Peristiwa sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1945 merupakan sebuah konsensus
nasional yang mengintegrasikan masyarakat Indonesia sampai saat ini. Konsensus
tersebut meliputi komitmen pengakuan berbangsa satu, berbahasa satu dan
berbangsa satu. Hal tersebut kemudian tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945. Kemudian, secara yuridis formal Pancasila sebagai falsafah negara
diterima sebagai kesepakatan nasional yang lahir bersamaan dengan negara
Republik Indonesia.
Pancasila
pada hakikatnya perumusan tekad bersama dari berbagai komponen masyarakat
Indonesia, mempersamakan toleransi dan akomodasi yang bersumber pada pengakuan Bhineka
Tunggal Ika. Kemudian Pancasila juga merupakan perumusan tekad bersama
bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kehidupan bersama bangsa Indonesia atas
dasar cita-cita Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun
meskipun begitu, tetap saja ada beberapa aspek yang perlu diperhatikah dalam
sebuah integrasi nasional. Sebagaimana telah dikemukakan oleh Koentjaraningrat,
bahwa ada 4 aspek yang harus diperhatikan dalam analisis hubungan antar suku
bangsa, yaitu: sumber-sumber konflik, potensi untuk toleransi, sikap pandangan
suku bangsa tehadap suku bangsa yang lain dan tingkat masyarakat diamana
hubungan dan pergaulan suku bangsa tersebut berlangsung.
Dalam
kondisi masyarakat Indonesia yang mejemuk, tedapat lima macam sumber konflik,
yaitu: (1) dominasi politik suku bangsa atas suku bangsa yang lain; (2)
persaingan dalam mendapatkan sumber mata pencaharian bersama; (3) pemaksaan
unsur budaya suku bangsa terhadap suku bangsa yang lain; (4) perbedaan
ideologis; (5) hubungan permusuhan terpendam antar suku bangsa.
Konflik
dapat diklasifikasikan kedalam beberapa macam bentuk. Konflik menurut
hubungannya dengan tujuan organisasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konflik
fungsional (mendukung tujuan organisasi) dan konflik disfungsional (menghambat
tujuan organisasi). Menurut hubungannya dengan pelaku, konflik konflik dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu konflik vertikal (antar kelas), horizontal
(setingkat) dan diagonal. Konflik menurut hubungannya dengan sifat pelaku
dibedakan menjadi : konflik terbuka dan konflik tertutup. Menurut waktunya
konflik dibedakan menjadi konflik sementara dan konflik berkelanjutan. Menurut sistematikanya konflik dibedakan
menjadi konflik sistematis dan konflik nonsistematis. Sementara konflik menurut
aktivitas manusia dibedakan menjadi 6 tipe, yaitu : konflik ekonomi, konflik
politik, konflik budaya, konflik sosial, konflik pertahanan, dan konflik
sentimen agama.