Peran Vital Sektor Ekonomi Informal Kota yang seringkali Dipandang Sebelah Mata



Eksistensi pekerja sektor informal:  bagai buah simalakama!  Acapkali digusur, atas dalih: pengotor wajah kota. Tapi setidaknya, eksistensinya ketika program pembangunan kurang mampu menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, sektor informal dengan segala kekurangannya  mampu berperan sebagai penampung dan alternatif  peluang kerja bagi para pencari kerja dan kaum marjinal.
Portes dan Walton

Sektor ekonomi informal kota adalah kegiatan usaha ekonomi yang tidak terorganisasi (unorganized), tidak teratur (unregulated) dan kebanyakan legal tapi tidak terdaftar (unregistered). Mereka yang termasuk kedalam sektor ekonomi informal misalnya adalah para pedagang kaki lima, para pedagang asongan, tukang semir, pedagang keliling, pemulung sampah, pengamen dan lain sebagainya. Sektor ekonomi informal seringkali dipandang sebelah mata dalam pembangunan atau perencanaan tataruang kota karena mereka dianggap mengotori wajah kota. Padahal, apabila kita menelisiknya lebih jauh, sektor ekonomi informal mempunyai peranan penting dalam menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak yang tidak mampu diserap oleh lapangan kerja yang disediakan pemerintah.

Sektor ekonomi informal ditandai dengan ciri kegiatan usahanya menggunakan sumber modal utama pada kemandirian rakyat, memanfaatkan teknologi tepat guna, pekerja utama berasal dari tenaga kerja tanpa upah, bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumberdaya lokal dan daerah, sebagian besar kegiatan melayani kebutuhan rakyat kelas menengah ke bawah, serta dilakukan oleh orang-orang dengan tingkat pendidikan dan kualitas sumber daya manusia yang tergolong rendah. Aktivitas-aktivitas sektor informal pada umumnya dikesampingkan, jarang didukung, bahkan seringkali diatur oleh aturan yang ketat, dan terkadang tidak diperhatikan oleh pemerintah.

Menurut Hidayat (1989), ada 11 ciri utama dari sektor ekonomi informal, yaitu sebagai berikut:

  1. Kegiatan usaha tidak terorganisir secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas/kelembagaan yang tersedia di sektor formal;
  2. Pada umumnya unit usaha tidak memiliki ijin usaha;
  3. Pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja;
  4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini;
  5. Unit usaha mudah keluar masuk dari satu sub sektor ke lain sub sektor;
  6. Teknologi yang dipergunakan bersifat primitif;
  7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil;
  8. Untuk menjalankan usaha tidak mempergunakan pendidikan formal karena pendidikan yang diperlukan diperoleh dari pengalaman sambil bekerja;
  9. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan oneman enterprise dan kalau mengerjakan buruh berasal dari keluarga;
  10. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi;
  11. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota/desa yang berpenghasilan rendah, tetapi kadang-kadang juga yang berpenghasilan menengah.

Sementara itu, menurut Todaro dan Abdullah (1991), ciri-ciri sektor ekonomi infromal adalah sebagai berikut:
1)    Sebagian besar memiliki produksi yang berskala kecil, aktivitas-aktivitas jasa dimiliki oleh perorangan atau keluarga, dan dengan menggunakan teknologi yang sederhana.
2)    Umumnya para pekerja bekerja sendiri dan sedikit yang memiliki pendidikan formal yang tinggi.
3)    Produktivitas pekerja dan penghasilan cenderung lebih rendah daripada di sektor formal.
4)    Para pekerja di sektor infomal tidak dapat menikmati perlindungan seperti yang didapat dari sektor formal dalam bentuk jaminan kelangsungan kerja, kondisi kerja yang layak, dan jaminan pensiun.
5)    Kebanyakan pekerja yang memasuki sektor informal adalah pendatang baru dari desa yang tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja di sektor formal.
6)    Motivasi mereka biasanya untuk mendapatkan penghasilan untuk bertujuan hanya untuk dapat hidup (survive), bukanya untuk mendapatkan keuntungan dan hanya mengandalkan pada sumber daya yang ada pada mereka untuk menciptakan pekerjaan.
7)    Mereka berupaya agar sebanyak mungkin anggota keluarga mereka ikut berperan serta dalam kegiatan yang mendatangkan penghasilan dan meskipun begitu mereka bekerja dengan waktu yang panjang.
8)    Kebanyakan di antara mereka menempati gubuk-gubuk yang mereka buat sendiri di kawasan kumuh (slum area)  dan permukiman liar (scelter) yang umumnya kurang tersentuh pelayanan jasa seperti listrik, air, transportasi, serta jasa-jasa kesehatan dan pendidikan.

Aktivitas-Aktivitas informal tidak terbatas pada pekerjaan-pekerjaan di pinggiran kota-kota besar, tetapi bahkan juga meliputi berbagai aktivitas ekonomi. Aktivitasaktivitas informal adalah cara melakukan sesuatu yang menurut Alan Gilbert dan Josef Gugler (1996 : 96) ditandai dengan : (a) Mudah untuk dimasuki; (b) Bersandar pada sumberdaya lokal; (c) Usaha milik sendiri; (d) Operasinya dalam skala kecil; (e) Padat karya dan teknologinya bersifat adaptif; (f) Keterampilan dapat diperoleh di luar sistem sekolah formal; dan (g) Tidak terkena langsung oleh regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif. 

Menurut International Labour Organization (ILO) di negara berkembang, sebagian besar penduduknya bekerja di sektor informal. Pekerjaan pada sektor informal ini bukan merupakan pekerjaan yang sementara dalam gerjala migrasi saja. Kegiatan ekonomi sektor informal meliputi berbagai macam kegiatan dimana pada beberapa mata pencaharian sektor informal bahkan berhimpitan dangan sektor formal dan kegiatan tersebut tidak merupakan ketertinggalan dalam perkembangan.

Apabila kita melihat gejala pedagang kaki lima saat ini memang keberadaannya  yang tidak terkendali terkadang mengganggu ketertiban umum. Misalnya menyebabkan penyempitan badan jalan dan tidak adanya ruang bagi pejalan kaki akibat para pedagang kaki lima yang berjualan semaunya. Akan tetapi, di sisi lain keberadaan kaki lima juga memberikan dampak positif yaitu:
  1. Dapat dijadikan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi pemerintah daerah;
  2. Berfungsi sebagai alternatif dalam mengurangi jumlah pengangguran dimana sektor ekonomi infomal ini mampu menyerap tenaga kerja berpendidikan rendah dan tidak terlatih;
  3. Dapat melayani kebutuhan masyarakat khususnya bagi golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah.

Menurut Michael P. Todaro, ada 7 alasan kenapa sektor ekonomi informal kota perlu dipromosikan, yaitu:

  1. Sektor informal mampu menciptakan surplus hasil, di tengah-tengah lingkungan yang bermusuhan sekalipun, yang menghalangi aksesnya untuk mendapatkan berbagai fasilitas kredit, valuta asing dan konsesi pajak. Jadi, surplus yang dihasilkan terbukti menjadi pendorong yang amat positif bagi pertumbuhan ekonomi perkotaan.
  2. Sektor informal hanya memerlukan atau menyerap sebagian kecil modal dari jumlah modal yang diperlukan oleh sektor formal untuk memperkerjakan sejumlah tenaga kerja yang sama. Ini merupakan salah satu cara memupuk tabungan nasional bagi negara-negara berkembang yang sering menghadapi kesulitan atau kekurangan modal.
  3. Sektor informal juga mampu memberikan latihan kerja dan magang dengan biaya yang sangat murah apabila dibandingkan dengan biaya yang dituntut oleh lembaga-lembaga dalam sektor formal, sehingga sektor informal dapat memainkan peranan penting dalam rangka formasi atau pembentukan dan pembinaan sumber daya manusia.
  4. Sektor ekonomi informal mampumenyerap tenaga kerja, berpendidikan rendah semiterlatih dan kurang ahli yang jumlahnya secara absolut maupun relatif (persentase terhadap total angkatan kerja) terus meningkat. Tenaga kerja tersebut yang tidak mungkin terserap oleh sektor formal yang hanya mau menerima tenaga kerja terlatih dan berpendidikan.
  5. Sektor informal lebih banyak dan lebih mudah menerapkan teknologi tepat guna dan memanfaatkan sumber daya lokal, sehingga memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih efisien.
  6. Sektor informal memainkan peranan yang sangat penting dalam proses daur ulang sampah atau limbah. Di sektor ini, segala macam barang yang sudah dibuang dapat dimanfaatkan kembali, yakni mulai dari kaleng-kaleng bekas, kerta sisa, puntung rokok, dan sebagainya. Barang-barang yang telah dicampakkan ke tong sampah itu kemudian terbukti masih bisa masuk ke sektor industri dan dijadikan komoditi pokok bagi kalangan berpenghasilan rendah.
  7. Promosi sektor informal itu akan memeratakan distribusi hasil-hasil pembangunan bagi penduduk miskin, yang kebanyakan memang terpusat di sektor informal

Menurut ILO, sektor informal tidak membebani pemerintah dan sektor informal bakal menjadi gerakan aset kecil yang mempunyai potensi besar. Oleh karena itu ILO mengusulkan 4 (empat) bentuk pembinaan pendidikan orang dewasa termasuk pedagang jajan jalanan sebagai berikut:

  1.  Upaya pembinaan dan pematangan “basic skill” termasuk cara menyusun dagangan, kesehatan, pengepakan, dll.
  2. Technical and Vacational Training termasuk bentuk, warna, aroma, dan rasa.
  3. Social and Economic Oriented termasuk perencanaan, perhitungan untung-rugi, dan investasi kecil; dan
  4. Cultural and Scientific termasuk diversifikasi dengan mempertimbangkan produk jajan masyarakat lainnya.

Masalah yang sebenarnya dihadapi oleh sektor ekonomi informal adalah: (1) posisinya yang lemah dalam pandangan hukum sehingga rentan dijadikan sebagai sasaran empuk kelompok pemeras; (2) Mereka sulit mengembangkan usahanya akibat modal yang kecil dan ruang gerak yang terbatas; dan (3) sektor informal tidak memperoleh tempat yang layak usaha atau tidak dimasukkan dalam rencana tata ruang apapun misalnya tata ruang kota, tata ruang pemukiman, atau tata ruang tempat ibadah maupun tata ruang di mana manusia berkumpul sesaat. Hal ini mengakibatkan mereka memasuki tempat-tempat yang dianggap dapat mengganggu ketertiban dan keindahan kota dan oleh karena itu pihak ketertiban memburu dan mengusir mereka.

Menurut Sagito, eksistensi sektor ekonomi informal merupakan mekanisme pelindung dari massa pinggiran karena mereka tidak mampu berperan dalam sistem perekonomian sekarang. Keberlangsungan sektor ekonomi informal yang mampu menaungi masyarakat menengah ke bawah ini adalah realitas ekonomi kerakyatan yang perlu dikembangkan dan mendapat perhatian lebih dari para pemangku kebijakan. Memang pada satu sisi kehadirannya dapat menganggu ketertiban umum perkotaan. Namun apabila pertumbuhannya mampu dikendalikan dan ditata dengan baik, maka bukan suatu hal yang mustahil jika sektor ekonomi informal kota ini menjadi energi sosial yang bermanfaat bagi pembangunan. Oleh karena itu, sektor ekonomi informal ini perlu diperhitungkan dalam perencanaan tata ruang kota.


LihatTutupKomentar

Iklan