Buat Apa Berfilsafat?




Sebagaimana kita ketahui, bahwa filsafat adalah mother of science (induk dari ilmu pengetahuan. Sosiologi sendiri adalah sebuah ilmu yang lahir dari rahim filsafat positivime yang dibuahi oleh gagasan Comte untuk menemukan hukum sosial. Kedudukan filafat sangatlah dalam mempelajari sosiologi, karena dengan mempelajari filsafat, maka kita dapat mengetahui secara jelas bagaimana genealogi dari sebuah ilmu pengetahuan. Filsafat adalah tangga pertama yang harus kita lewati sebelum memahami sosiologi. Bagaimana pun, sebagian besar dari tokoh sosiologi itu sendiri pada dasarnya merupakan seorang filosof.

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita definisikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan filsafat. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophos yang terdiri dari dua unsur kata, (1) philos artinya pecinta atau pencari, sedangkan (2) sophia artinya kebijaksanaan atau pengetahuan. Dengan demikian, secara sederhana istilah filsafat dapat kita artikan sebagai “mencintai kebijaksanaan” dan filosof dapat kita artikan para pecinta kebijaksanaan. Berkaitan dengan hal ini, Phytagoras menyatakan bahwa hanya Tuhan yang mempunyai kebijaksanaan yang sesungguhnya. Tugas manusia di dunia adalah mencari kebijaksanaan dan mencintai pengetahuan.

Filsafat merupakan sebuah cara untuk mempelajari seluruh realitas sampai pada sebab-sebab  yang paling dalam. Perlu diketahui bahwa filsafat bukanlah kebudayaan orang-orang Yunani kuno saja, melainkan kebudayaan seluruh umat manusia yang hidup di berbagai zaman. Filsafat bertolak dari kejadian yang dialami setiap saat dan ketika orang mulai bertanya, memikirkannya secara mendalam, maka disitulah dia mulai berfilsafat.

Sebagai makhluk yang mempunyai akal budi, filsafat merupakan bagian dari kehidupan manusia dalam menangkap dan menafsirkan realitas yang dihadapinya. Ketidaktahuan manusia terhadap sesuatu akan melahirkan sebuah pertanyaan. Menurut Peursen, bertanya merupakan tali pengikat antara manusia dengan peristiwa. Oleh karena itu, seseorang akan berfilsafat karena ia telah didorong oleh rasa ingin tau yang besar.

Ada tiga penyebab yang melatarbelakangi kenapa seseorang berfilsafat, yaitu: rasa heran, kesangsian dan kesadaran akan keterbatasan.

1. Rasa Heran
Pada awalnya filsafat dimulai oleh munculnya rasa heran atau rasa kagum terhadap suatu objek yang diamati. Perasaan tersebut mebuat seseorang bertanya-tanya, misalnya “mengapa hal tersebut bisa terjadi? bagaimana kita harus menyikapi hal tersebut?” dan pertanyaan lain sebagainya yang menuntut seseorang untuk berusaha mencari jawabannya. Contohnya Immanuel Kant yang mulai berfilsafat karena ia merasa heran terhadap bintang-bintang yang bertaburan di langit dan hukum moral dalam hati manusia.

Menurut Aristoteles, manusia berbeda dengan hewan dalam hal pengalaman menghasilkan keterampilan teknis dalam menangani barang-barang. Dalam pikirannya ia menelusuri kembali gejala-gejala yang diamatinya. Ia bertanya-tanya tentang makna dan sebab segala sesuatu. Rasa heran merupakan perangsang bagi filsafat dan kemampuan untuk mengadakan renungan filsafat mengangkat derajat manusia.

Thales, seorang filsuf pertama Yunani selalu menengadah memandang langit karena rasa heran hinggap dipikirannya. Sampai-sampai suatu ketika ia pernah terperosok kedalam sumur karena saking khusyu (asik)-nya dia memandang eloknya langit. Ia juga memperhatikan segala benda dan melihat bahwa air ada dimana-mana. Dari hasil pengamatan dan perenungannya ia berkesimpulan bahwa  air adalah hakekat atau inti yang paling mendasar dari segala sesuatu.

Berbeda halnya dengan Thales, Anaximenes sesudah mengamati segala sesuatu berkesimpulan bawah unsur awal segala sesuatu bukanlah air, melainkan udara. Menurut Anaximander, unsur dari segala sesuatu adalah “yang tak terbatas”. Menurut Heraklitos, segala sesuatu mengalir (panta rei), di dunia ini segala sesuatu bersifat tidak tetap, segalanya terus-menerus mengalami perubahan.

2. Kesangsian
Filsafat juga bisa diawali dengan rasa sangsi terhadap apa yang dilihat inderanya. Ia bertanya jangan-jangan apa yang dilihatnya itu suatu tipuan. Perasaan ragu-ragu, resah, gelisah, bimbang tak menentu menyebabkan seseorang terdorong memikirikan objek yang diamatinya. Perasaan yang menyiksa tersebut hanya akan terobati apabila ia telah menemukan jawaban atau kepastian dari pertanyaan yang bersarang dipikirannya. Dengan kata lain manusia menginginkan kepastian, oleh karena itulah dia berfilsafat.

Keragu-raguan terhadap kebenaran dibalik objek yang dapat diindra, mendorong seseorang untuk mencari kepastian mengenai jawaban yang sebenarnya. Kesangsia bisa mengantarkan seseorang pada kebenaran. Contoh filsuf yang berawal dari sikap ragu-ragu adalah Agustinus (354-430) dan Rene Descartes (1596-1650).

3. Kesadaran akan Keterbatasan
Manusia mulai berfilsafat ketika ia mulai menyadari betapa kecil, lemah dan tak berarti dirinya di tengah alam semesta yang maha luas, kuat dan dasyat. Pengalamannya jugta menunjukan betapa manusia tidak berdaya. Manusia merasa hidup begitu bahagia bersama orang yang dicintai. Tatapi ketika manusia tersebut menghadapi kematian, ia metasa dirinya begitu rapuh. Lalu ia bertanya tentang apa itu kematian? Apa yang akan terjadi sesudah kematian? Apakah manusia akan hidup lagi setelah mati? Kemanakah ia setelah mati? Apa yang harus dia persiapkan untuk mmenghadapi kematian?

Ketika menghadapi penderitaan atau kegagalan, selalu ia didorong untuk bertanya: mengapa ia menderita? Mengapa orang lain seolah-olah tidak pernah mengalami penderitaan? Mengapa para penjahat seperti pembunuh, maling, penipu dan pendusta bisa begitu bahagia? Sedangkan orang baik dan dermawan justru menderita? Maka lalu orang berkesimpulan bahwa kebahagiaan di dunia ini hanyalah fatamorgana yang sementara, orang-orang yang hidupnya baik akan mendapatkan kehagiaan di kehidupan selanjutnya yang abadi.


Berdasarkan paparan diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa filsafat adalah sebuah kegiatan merenung atau memikirkan segala sesuatu objek yang diindera atau dialami oleh manusia untuk memuaskan rasa penasaran yang menyelimuti pikirannya melalui penalaran yang mendalam.
LihatTutupKomentar

Iklan