Pembangunan dan Kependudukan
Urgensi Pembangunan Berwawasan Kependudukan
Pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang
menjadikan penduduk sebagai titik sentral pembangunan. Penduduk tidak hanya
diperlakukan sebagai “obyek” pembangunan saja, akan tetapi juga sebagai
“subyek” pembangunan. Sebelumnya, penduduk hanya dijadikan sebagai objek
pembangunan saja. Hal tersebut telah menafikan partisipasi penduduk dalam pembangunan.
Akibatnya, masyarakat hanya menjadi aktor pasif yang hanya bisa menuntut uluran
tangan dari pemerintah saja. Padahal sebaliknya, masyarakat seharusnya diikut
sertakan dalam pembangunan, sehingga mereka memiliki ownership terhadap
program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah. Pemerinah dan rakyat pada
dasarnya merupakan suatu entitas yang sama. Oleh karena itu, hubungan diantara
keduanya harus bersifat simbiosis mutualisme, yaitu adanya kesinambungan
dan timbal balik antara partisipasi dan goals attaiment (pencapai tujuan
bersama).
Pola pembangunan yang bersifat top-down hanya akan
menghasilkan masyarakat yang pasif. Sementara, jika pola pembangunannya
bersifat bottom up, maka masyarakat akan menjadi aktif dalam
pembangunan. Partisipasi mereka harus dihargai dan didorong oleh pemerintah.
Namun ada hal penting yang perlu diperhatikan dalam menjadikan masyarakat
sebagai subjek pembangunan, yaitu meningkatkan kesadaran dan kapasitas
penduduk. Dalam pola pembangunan yang seperti ini, kualitas penduduk akan
sangat menentukan seberapa besar pembangunan yang akan dicapai. Masyarakat
tidak hanya sekedar aktif berperan dalam pembangunan, tetapi tentu saja ia juga
harus mempunyai kapasitas yang mumpuni untuk memainkan perannya sebagai subjek
pembangunan. Kualitas masyarakat akan bergantung pada kesehateraannya. Maka,
untuk mencipakan masyarakat yang berkualitas pemerintah harus membuka akses
yang seluas-luasnya terhadap pangan, pendidikan dan kesehatan.
Pembanguan yang berwawasan kependudukan merupakan pembangunan yang
pro rakyat, berorientasi pada kesejateraan pendudukan secara keseluruhan dan
menyesuai dengan potensi dan kondisi dari penduduk lokal. Pembanguan berwawasan
kependudukan terbagi kedalam tiga konsep utama, yaitu : keberlanjutan (sustainability),
partisipasi (partisipation) dan keadilan (justice). Dalam
pembangunan berkelanjutan, terdapat tiga elemen pokok yang harus diperhatikan
yaitu peningkatan kesejateraan sosial (social progress), pertumbuhan
ekonomi (economic growth), dan kelestarian lingkungan (environmental
protection). Berdasarkan hal tersebut, maka keberlanjutan (sustainability)
merupakan dimensi penting yang harus diperhatikan dalam pembangunan berwawasan
kependudukan. Ledakan populasi penduduk yang cepat tidak akan mampu diimbangi
oleh daya tampung dan daya dukung lingkungan yang terbatas. Pertambahan jumlah
penduduk yang tak terbatas berimplikasi pada kerusakan lingkungan. Daya tampung
dan daya dukung lingkungan yang tidak seimbang dengan populasi penduduk akan
mengakibatkan krisis pangan. Harga bahan pokok makanan akan naik, karena
menjadi suatu barang yang langka. Kekacauan akan mungkin terjadi akibat
perebutan sumber daya ekonomi yang terbatas. Kesejateraan masyarakat akan
menurun pada level terrendah. Pada akhirnya populasi manusia akan menurun
kembali secara drastis akibat kondisi yang kacau tersebut. Tentu saja tidak ada
satu pun pihak yang menginginkan hal tersebut terjadi.
Apa yang dikatakan oleh Robert Malthus pada beberapa abad yang lalu
mungkin memang ada benarnya juga. Dalam karyanya Essay on Population,
Malthus menyatakan bahwa penduduk meningkat menurut deret ukur (1, 2, 4, 8, 16,
32, 64, 128, 256), sementara bahan pangan meningkat menurut deret hitung (1, 2,
3, 4, 5, 6, 7, 8). Oleh karena itu pertumbuhan bahan pangan selalu dikalahkan
oleh laju pertumbuhan penduduk.[1] Meskipun ia dikritik karena mengabaikan aspek
sosial dan budaya, serta kemajuan ilmu pengetahuan, namun hal tersebut tidak
berarti bahwa apa yang dikemukakan oleh Maltus itu semuanya salah. Kekuatan
sosial-budaya serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memang telah
berhasil meningkatkan produktivitas pangan saat ini. Akan tetapi tetap saja
terdapat beberapa sumberdaya yang sifatnya terbatas dan tidak dapat
diperbaharui, misalnya seperti tanah dan energi minyak bumi. Luas tanah akan
tetap sama dari dulu sampai sekarang, tidak bisa diproduksi dan diperbanyak,
selain itu tidak semua tanah semua jenis tanah dapat di daya dunakan untuk
lahan pertanian yang produktif. Sementara kebutuhan akan pangan justru semakin
lama semakin meningkat. Lahan pertanian pun terus berkurang akibat dijadikan
sebagai lahan pemukiman. Akibatnya produktivitas pangan tetap tidak bisa
menandingi pertumbuhan populasi penduduk, apabila tidak dikendalikan.
Sektor
pertanian merupakan sektor yang memainkan peran penting dalam sebuah tatanan
sosial-ekonomi suatu negara. Berdirinya sektor-sektor lain seperti industri dan
perdangan itu karena ditopang oleh sektor pertanian yang telah mampu memenuhi
kebutuhan pangan secara berkesinanmbungan. Namun, apabila sektor pertanian ini
mengalami krisis, tentu saja hal tersebu berimbas besar bagi sektor-sektor
lainnya. Padahal seperti yang kita tau bahwa sektor pertanian sangat bergantung
pada alam. Sementara daya dukung alam itu sendiri tetaplah terbatas. Oleh
karena, diperlukan suatu upaya untuk mengontrol populasi penduduk untuk
mengembalikan keseibangan ekosistem alam. Manusia dan alam adalah satu entitas
yang sama, oleh karena itu keduanya harus menjalin hubungan yang simbiosi
mutualisme.
[1]
Paul B. Horton, Sosiologi jilid 2. Terjemahan Aminudin Ram, (Jakarta:
Erlangga, _______), h. 111