Manusia sebagai Khalifah
Peran dan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah untuk menjaga, memelihara dan memanfaatkan hasil kekayaan secara bertanggung jawab dan menyelaraskan hubungan antara sistem sosial masyarakat dengan ekosistem lingkungannya.
Dalam kitab suci umat Islam (Al-Qur’an), manusia dilihat sebagai khalifah
fil ard, yaitu sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Manusia diberikan
kekuasaan dan kemampuan oleh Tuhan untuk memanfaatkan, menjaga dan memeliahara
bumi sebagai tempat tinggalnya di dunia. Allah SWT menciptakan manusia sebagai
makhluk yang mulia. Manusia hidup di muka bumi dengan segala bentuk kelebihan akalnya,
untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Manusia diciptakan sebagai khalifah
di bumi, mempunyai tugas dan kewajiban untuk mengelola, memelihara dan bersikap
ramah terhadap alam semesta sesuai ajaran agama. Tugas dan kewajiban tersebut
bukan hanya sebatas untuk melestarikan alam saja, melainkan sebagai bentuk
ibadah kepada Allah SWT.
Khalifah adalah sebuah tanggung jawab yang
harus diemban manusia berdasarkan amanat yang diberikan Allah dalam kitab suci
Al-Qur’an dan Ajaran Rasul. Amanah itu pada intinya adalah mengelola Bumi
secara bertanggungjawab, dengan mempergunakan akal yang telah dianugerahkan
Allah kepadanya. Manusia adalah salah satu makhluk Allah, oleh karena itu pada
dasarnya manusia merupakan satu bagian dari ciptaan Tuhan, yaitu alam. Manusia
merupakan makhluk yang mulia. Manusia diciptakan dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Manusia dianugerahi akal dan pikiran serta kebebasan untuk
memilih dan mengembangkan kehidupannya. Kelebihan dan keistimewaan manusia itu
menempatkan sebagai makhluk yang terhormat dan memperoleh martabat yang tinggi
diantara makhluk lainnya. Oleh karena itu, manusia pada hakikatnya adalah
makhluk yang mulia apabila ia menggunakan seluruh potensinya untuk melaksanakan
tugas sebagai khalifah di muka bumi.
Tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi tentu saja
merupakan tugas yang maha berat. Khalifah secara bahasa berarti wakil.
Artinya, manusia diturunkan ke bumi ini pada dasarnya adalah sebagai wakil
Tuhan yang mengemban tugas untuk menjaga dan memelihara kelestarian alam.
Manusia diperbolehkan untuk memanfaatkan hasil dari kekayaan alam untuk kesejateraannya.
Namun tentu saja, bentuk pemanfaatan sumberdaya alam tersebut bukanlah
ekploitasi yang merusak lingkungan. Pemanfaatan lingkungan dalam kegiatan
ekonomi haruslah dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Karena
makna dari kata khalifah ini tentu saja bukan sebatas wakil Tuhan
sebagai penguasa, melainkan juga wakil Tuhan sebagai pemelihara.
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi,
ada dua peranan penting yang diamanahkan dan harus dilaksanakan oleh manusia
sampai hari kiamat, yaitu: (1) memakmurkan bumi (al ‘imarah). (2)
memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak manapun (ar
ri’ayah). Dalam memakmurkan bumi, manusia mempunyai kewajiban kolektif yang
dibebankan oleh Tuhan. Manusia diperbolehkan untuk mengeksplorasi kekayaan bumi
bagi kemanfaatan dan kemaslahatan umat manusia. Maka sepatutnyalah hasil
eksplorasi itu dapat dinikmati secara adil dan merata, dengan tetap menjaga
kekayaan agar tidak punah, sehingga
generasi selanjutnya dapat melanjutkan eksplorasi itu.
Tugas manusia dalam melihara bumi tentu saja harus diiringi dengan
kualitas SDM (sumber daya manusia) yang memiliki tanggung dan akhlak mulia baik
terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungan alamnya. Perilaku merusak
dan menghancurkan alam demi kepentingan pribadi sesaat pada dasarnya merupakan
moral jahiliyah. Sumber daya manusia yang rusak (dzalim) akan
sangat potensial bagi perusakan alam. Oleh karena itu, hal semacam itu perlu
dihindari. Allah menciptakan alam semesta ini tidak sia-sia. Penciptaan manusia
mempunyai tujuan yang jelas, yakni dijadikan sebagai khalifah atau
penguasa (pengatur) bumi. Maksudnya, manusia diciptakan oleh Allah agar
memakmurkan kehidupan di bumi sesuai dengan petunjuk-Nya yaitu ajaran agama (Islam).
Sebagai mahluk ciptaan Tuhan, manusia dan makhluk lainnya mempunyai
hak untuk mempertahankan eksistensinya di alam semesta, yang mana mereka saling
membutuhkan dan saling ketergantungan. Interaksi semua makhluk hidup dengan
makhluk hidup lainnya serta lingkungannya membentuk suatu proses yang
berlangsung dalam kurun waktu yang lama dalam keadaan selaras dan seimbang
membentuk hukum alam dalam sebuah ekosistem. Oleh karena itu, untuk mewujudkan
tugas kolektif manusia dalam menjaga dan memelihara alam semesta, maka harus
ada keselarasan antara sistem sosial masyarakat (pengetahuan, populasi manusia,
nilai-nilai sosial, organisasi sosial dan teknologi) dengan ekosistem
lingkungan fisiknya (tanah, air, udara, flora, fauna dan mikro-organisme).
Untuk menjaga ekosistem alam, manusia harus mampu mengendalikan
sistem sosialnya. Sehingga terjadi hubungan interaksi yang selara antara
manusia dengan sistem sosialnya dan lingkungan fisik dengan ekosistemnya.
Sistem pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia haruslah
berpandangan holistik yang menghargai nilai-nilai spiritual (baik dan buruk
menurut kitab suci) dan hubungan sinergi sistemik antara manusia dengan alam.