Hiper-Realitas, Simularka dan Konsumsi dalam Masyarakat Post-Modern
Hiper-Realitas, Simularka dan Konsumsi dalam Masyarakat Post-Modern
Seiring dengan berjalannya waktu, dinamika sosial yang terjadi
dalam masyarakat terus menunjukan gejala-gelajanya. Saat ini masyarakat mulai
memasuki era posmodern dimana terjadi gejala perubahan dalam berinteraksi
sosial, cara berkomunikasi serta sikap dan perilaku sosial dalam menyikapi
realitas. Dalam masyarakat posmodern, realitas sosial tidak lagi dipahami hanya
sebatas objek yang teramati, melainkan menjadi sesuatu hal yang melampaui
realitas itu sendiri (hyper-reality). Jean Baudrillad mengemukakan bahwa
hiper-realitas pada dasarnya merupakan sebuah realitas yang bersifat artifisial
(buatan) atau superfisial (dangkal), yang tercipta melalui teknologi simulasi
dan rekayasa pencitraan, yang mengambil alih dunia realitas yang alamiah.
Menurut Baudrillad, era posmodern ditandai dengan makin maraknya
komunikasi bermediasi, konsumsi simbolis, dan semakin padatnya ruang dan waktu.
Peran media massa semakin intensif dalam membangun masyarakat yang didasarkan
atas keteraturan tatanan sosial konsumsi simbolis. Konstruksi sosial media
massa yang semakin signifikan melahirkan referensialitas-diri (self-reference)
pada simbol-simbol seperti cap dan merek dagang tertentu. Konsumsi masyarakat
tidak lagi hanya didasarkan pada fungsi dan kegunaannya, melainkan juga
didasarkan pada makna sosial simbolis yang dibawanya. Memiliki barang-barang
mahal yang bermerk tinggi seperti ponsel Apple atau Samsung setidaknya lebih
bergengsi dari pada ponsel merk lain yang tidak terkenal meskipun
spesifikasinya sama.
Era pramodern ditandai dengan logika pertukaran simbolis, kemudian
pada era modern ditandai dengan logika produksi dan pada era posmodern berubah
menjadi logika simulasi. Perubahan era modern menuju posmodern menurut
Baudrillard ditandai dengan pergerseran tatanan sosial masyarakat dari produksi
dan konsumsi komoditas menjadi simulasi serta permainan citra dan tanda. Kode,
model dan tanda menjadi bentuk-bentuk tatanan sosial baru dalam logika
simulasi. Sehingga orang akan sulit membedakan mana realitas sosial yang alami,
mana realitas sosial yang semu, serta mana realitas sosial yang melampaui batas
dirinya sendiri.
Masyarakat posmodern hidup dalam dunia hiper-realitas. Kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi mengakibatkan segala sesuatunya dapat
diciptakan dan direkayasa seolah seperti aslinya. Hiper-realitas merupakan
sebuah simulasi yang lebih nyata dari yang nyata, lebih cantik dari yang
cantik, lebih putih dari yang putih, lebih sendual dari pada seks, lebih cepat
dari yang cepat. Artinya selalu lebih mempesona dan menarik daripada realitas
aslinya. Media massa tidak lagi menjadi cerminan realitas yang sebenarnya,
melainkan berubah menjadi realitas itu sendiri yang bahkan terkadang lebih
nyata dari realitas yang asli.